Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Jumat, 23 November 2012

Bebaskan Tanah Palestina untuk Palestina yang Merdeka


Diari Komunikasi Politik ke-9 dari tayangan video yang berjudul “Peace, Propaganda & The Promised Land”. Realitas saat ini mengatakan bahwa negara Palestina berada di bawah tekanan dan kekuasaan bangsa Israel yang menurut saya dan sebagian orang di dunia ini sebagai tindakan tidak berprikemanusiaan. Jelas saja, ini ditunjukkan dengan “pencaplokan” tanah Palestina oleh bangsa Yahudi sejak tahun 1948-1952 terjadi imigrasi besar-besaran sekitar 648.000 orang ke Israel yang terdiri dari populasi Yahudi di negara Arab dan Eropa. Sejak saat itulah bangsa Palestina terjajah di negeri mereka sendiri. Sungguh bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat berat dan tak beradab.
Kebiadaban tentara Israel yang menyisir daerah konflik Palestina-Israel di tanah Palestina sungguh tak berprikemanusiaan dan mengarah pada perilaku tak manusiaswi di bawah perilaku hewan. Ini ditunjukkan dalam video yang berdurasi 1 jam lebih 20 menit itu. Peran media sangat berperan dalam mendamaikan situasi konflik Palestina-Israel atau makin membuat runyam dan semerawut konflik tersebut. Seperti pada media Amerika Serikat yang sebenarnya mengarah ke adu domba politik Palestina dan Israel memberitakan bahwa tingkat simpati warga AS mengarah pada Israel dengan persentase 52 % sedangkan untuk Palestina hanya 10 % berdasarkan CBS NEWS POLL. Hal ini jelas menandakan keberpihakan AS terhadap Israel yang memang pada kenyataannya AS adalah negara sekutu Israel.
Adu domba itu diperlihatkan AS saat Israel menyerang wilayah Palestina di mana AS membuat skenario dan propaganda peperangan antara Pihak Hamas dan Fatah di Palestina yang merupakan dua basis utama politik Palestina. Ini menjadi senjata bagi AS untuk melancarkan serangan tidak langsungnya melalui Israel dan selalu membantu persenjataan untuk Israel dalam menggempur tanah Palestina. Di awali dengan konflik dan peperangan di Libanon pada tahun 1982 yang memperlihatkan banyaknya warga sipil tak bersalah dibunuh secara sadis oleh tentara Israel maupun AS yang memang berniat untuk menguasai Palestina secara sepenuhnya melalui negara tetangga Palestina yaitu Libanon.
Para jurnalis berlomba-lomba dalam memberitakan kabar terkini mengenai situasi peperangan dan konflik berkepanjangan antara Palestina-Israel baik secara blak-blakan tanpa memperdulikan kode etik jurnalistik di mana memperlihatkan gelimpangan mayat yang tersebar di jalan-jalan Jalur Gaza maupun Tepi Barat, Palestina. Seharusnya ada standarisasi tersendiri dalam memberitakan hal tersebut karena menyangkut HAM dan rasa kemanusiaan. Bahkan tak heran peran media makin menjadi-jadi dengan liputan langsung oleh reporter media-media tersebut. Dengan begitu seperti pada materi Komunikasi Politik sebelumnya yang menyatakan bahwa peran media sebagai pusat transformasi informasi khususnya mengenai isu-isu peperangan dan konflik di mata masyarakat dunia memiliki pengaruh besar dalam mindset warga dunia yang disebut sebagai mediatisasi. Dari situlah mampu menjajah logika masyarakat akan keberadaan peperangan dan konflik sebagai jalan terbaik bagi kaum penguasa dan kaum yang lebih kuat merasuki pemikiran warga dunia dan dijajah oleh logika media yang disebut sebagai mediacracy.
Seolah-olah warga AS dibuat simpati terhadap Israel yang tidak punya tanah tempat tinggal padahal mereka yang dengan kejam “mencaplok” tanah bangsa Palestina secara sepihak. Peristiwa-peristiwa nyata di dunia terhadap Konflik Timur Tengah dibuat skenarionya oleh AS dan Israel karena adanya para pemilik perusahaan-perusahaan media AS, elit-elit politik, kampanye public relations pemerintah Israel di mana di dalamnya terdapat para pemilik public relations AS, konsulat-konsulat Israel di beberapa kota di AS, dan organisasi-organisasi AS tertutup), serta grup-grup pengawas pemerintahan melalui media pemberitaan.
Bayangkan saja, banyak pemberitaan tersebut seolah-olah memojokkan Palestina yang semakin lama semakin berkurang tanahnya untuk bangsa Palestina tinggali dan tersisa di Jalur Gaza dan Tepi Barat itu pun sudah mulai dibombardir dengan segala bentuk persenjataan. Bahkan penghancuran bangunan-bangunan bangsa Palestina oleh tentara Israel yang biadab. AS tak segan untuk menggelontorkan dana bantuan untuk Israel sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan 6 triliun rupiah. Itupun belum dengan senjata gratis dari AS. Sungguh angka yang fantastis untuk biaya perang. Akankah lebih baik untuk pendidikan dan mengatasi kelaparan di dunia. Mereka bangsa yang tidak beradab dan berprikemanusiaan. Hanya mencari kekuasaan semata dan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Sampai data terakhir dalam video itu pada tahun 2000, di wilayah Tepi Barat wilayahnya tinggal 85 %. Di sana ditunjukkan tidak ada pembatas wilayah, tidak ada tempat untuk pesawat mengudara, tidak ada air, tidak ada jalan yang layak, dan sebagainya. Sebenarnya kesemua itu tidaklah harus terjadi jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertindak tegas terhadap pendudukan yang dilakukan oleh Israel dengan adanya sanksi keras terhadap Israel dan negara-negara lain di dunia khususnya negara-negara timur tengah maupun negara yang punya kedekatan dengan Palestina bisa membantu pembebasan tanah Palestina dengan satu perdamaian, perdamaian di tanah Palestina untuk Palestina yang merdeka.
Sumber:
v Video “Peace, Propaganda & The Promised Land”
v Pemikiran dan Analisis Pribadi
v Catatan Kuliah Pribadi
http://akhirzaman.info diakses pada Kamis, 8 November 2012 pukul 22.13 WIB

Sabtu, 03 November 2012

Juara ke-2 Lomba Karya Tulis PT. KAI 2012


Haru Biru di Kereta Api

Memang aman dan nyaman sekali suatu ketika aku berkesempatan naik kereta api kelas bisnis. Kejadian itu tak disengaja membawaku merasakan sensasi yang lain dari kereta api. Sebenarnya saat itu adalah hari dimana aku dan keluarga besarku sedang berkabung setelah mengetahui bahwa mbah putri (sebutan untuk nenek dalam budaya Jawa) meninggal dunia karena sakit yang cukup parah. Aku mengetahui kabar itu pada malam harinya, tanggal 21 Februari 2012 saat pekan pertama masuk perkuliahan di semester 2 lalu. Aku ditelpon oleh ibuku pada malam hari yang begitu mengharu biru bagiku karena mengetahui kabar mbah putri meninggal dunia sore tadi. Sontak aku mecucurkan air mata dan mendengar tangisan ibuku melalui telepon genggam membuat aku tambah sedih dan menangis histeris.
Aku tak percaya akan hal itu, karena aku belum ketemu mbah putri lagi sejak mudik lebaran terakhir ke Sragen tahun 2010 lalu. Terakhir aku dan ibuku beserta tante dan budeku mendengarkan nasehat mbah putri saat mudik lebaran tahun 2010 di samping rumah mbah putri. Kami saling berbagi cerita dan curahan hati (curhat) tentang pengalaman hidup selama di perantauan. Bagaimana nasib aku setelah ditinggal oleh bapakku dan sekarang hanya hidup bersama ibu dan adik perempuanku. Mbah putri menangisi aku dan ibuku, dan membuat aku dan ibuku pun juga menangis. Bila mengingat momen terakhir bersama mbah putri, rasanya tak ingin kehilangan mbah putri untuk selama-lamanya saat itu karena aku belum mampu membahagiakan mbah putri yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada aku dan ibuku dalam bentuk apapun.
Sepanjang malam, aku menangisi kepergian mbah putri ke pangkuan Allah SWT. Aku mengenang masa-masa terindah dan terakhir bersama mbah putri. Aku tak kuasa menahan tangis dan rasa kehilangan yang begitu mendalam. Sebelum ibuku menelpon diriku, aku dapat kabar 2 hari sebelumnya bahwa mbah putri sedang sakit keras dan dirawat di Rumah Sakit di Kota Sragen. Rasanya saat itu juga, aku mau langsung pulang namun perkuliahan tidak bisa ditinggalkan saat itu dan ibuku pun sedang kerja, tidak bisa izin karena bos-nya tidak kasih izin bila belum mendesak dan mendadak. Sungguh, aku menyesali bila ingat kejadian itu. Saat menelpon diriku, ibuku sempat menanyakan padaku mau naik apa ke Sragen? Mau balik dulu ke Bogor atau langsung sendiri.  Lantas, tak berpikir panjang lebar aku memutuskan pergi sendiri langsung dari Bandung. Aku tak tahu harus naik apa karena belum bisa berpikir secara jernih. Akhirnya, aku bilang ke ibuku bahwa aku akan naik kereta api dari Bandung. Aku bertanya-tanya kepada teman-temanku yang biasanya suka pergi naik kereta api. Aku pun dikasih tahu oleh teman sekelasku dia punya kenalan, dan suka pergi ke Solo dengan kereta api karena dia kuliah di sana. Aku pun SMS dia dan menanyakan naik kereta apa dan jadwal keberangkatan biasanya seperti apa.
Keesokan harinya, tanggal 22 Februari 2012 aku bergegas dari asrama Unpad tempatku tinggal selama kuliah pukul 06.00 pagi untuk pergi ke Stasiun Kiara Condong, Bandung. Aku dapat informasi untuk kereta api yang menuju Sragen dari Kiara Condong, Bandung itu, ada kereta api kelas ekonomi yang bernama “Kahuripan” dan harganya murah. Setibanya aku di stasiun Kiara Condong, Bandung sekitar pukul 07.30 WIB aku langsung membeli tiket menuju Sragen. Sebelumnya, aku mengantri dan membaca dulu info keberangkatan kereta api beserta rute, harga, dan nama kereta apinya. Saat aku hendak membeli tiket kereta api “Kahuripan” yang menuju Sragen tidak ada karena harus memesan terlebih dahulu sebelumnya. Aku tidak tahu akan peraturan itu, karena terakhir kali aku naik kereta bisa membeli langsung. Ada keberangkatan hari itu namun sore hari. Padahal aku ingin ke sana sesegera mungkin tiba di rumah mbah putri. Akhirnya, penjaga tiket itu bilang kepadaku ada kereta kelas bisnis yang bernama “Lodaya Pagi” berangkat pukul 08.00 WIB. Tanpa berpikir panjang, walau uangku pas-pasan akhirnya aku membeli karcis kereta api kelas bisnis itu dengan harga Rp. 110.000,00. Setelah itu, aku langsung diarahkan oleh petugas di stasiun untuk menunggu di jalur 3 dan bersiap-siap naik kereta api kelas bisnis yang baru pertama kali aku alami. Sebelumnya aku hanya naik kereta api kelas ekonomi. Dalam hatiku yang masih pilu, aku merasa sedikit terhibur karena akan naik kereta api lagi dan saat itu dengan nuansa yang berbeda.
Sembari nunggu, aku sempat berbincang-bincang dengan salah satu penumpang yang baru tiba di stasiun Kiara Condong, Bandung. Penumpang itu sekeluarga dan berasal dari Jawa Tengah. Aku tanya tentang kereta “Lodaya Pagi” ini dan kata mereka memang cuman “Lodaya Pagi” dan kereta api kelas eksekutif yang ada pada pukul 08.00 pagi berangkat menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah menunggu beberapa menit saja, kereta api “Lodaya Pagi” terlihat dari kejauhan di bawah fly over Kiara Condong dan memang tak perlu diragukan lagi kalau kereta api kelas bisnis ini berangkat tepat waktu pukul 08.00 WIB. Aku bergegas naik gerbong kereta api “Lodaya Pagi” dengan no. Kereta BIS-3/9D yang sekaligus tempat dudukku di 9D. Kesan pertama, melihat gerbong di dalamnya bersih dan rapih serta agak kosong alias tidak penuh. Mungkin karena hari biasa juga dan bukan momen mudik lebaran. Tidak berdesakan saat memasuki gerbong kereta api. Aku pun bebas memilih tempat duduk yang mau aku singgahi karena memang lowong. Lonceng dan pluit pun berbunyi tanda kereta segera berangkat. Aku tak sabar untuk segera sampai Sragen. Aku berharap sampai dalam hitungan menit tapi tidak mungkin, secepat-cepat dan setepat-tepatnya kereta api kelas bisnis juga dalam hitungan jam karena jarak yang jauh mencapai 400 KM lebih dari Bandung menuju Solo. Dilihat dari karcis kereta api “Lodaya Pagi” ini akan tiba di Stasiun Solo Balapan pukul 16.34 WIB. Ya, aku berharap lebih cepat dan setidaknya tepat waktu.
Kereta api “Lodaya Pagi” melaju dengan kecepatan yang cukup cepat, kereta bisnis ini melewati jalur selatan dimana dari arah Bandung akan melewati beberapa daerah di selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah termasuk melewati DI Yogyakarta. Pengalaman yang berbeda dirasakan menggunakan modal transportasi ini. Saat melintasi daerah Garut, aku masih terbayang raut wajah mbah putri  dengan pakaian batik dan jarik sebagai pakaian bawahannya. Aku teringat kata-kata mbah putri saat terakhir kali aku bertatap muka dan berkomunikasi pada musim mudik lebaran 2 tahun yang lalu. Aku rindu mbah putri  bahkan aku terniang oleh mbah kakung (sebutan untuk kakek di keluarga Jawa) saat aku masih kecil selalu diajak ke sawah dan melihat gunung lawu dari kejauhan di tengah-tengah persawahan dan terlihat pula kereta api yang melintasi persawahan di Sragen. Sepanjang perjalanan itu pula aku menangis dan terus menangis tak henti-hentinya air mata ini mengalir dengan cukup derasnya.
Melewati daerah Jawa Tengah dan membeli jajanan yang ku suka bila naik kereta api yaitu pecel sempat membuatku meredakan emosi karena menangisi kepergian mbah putri. Di kereta bisnis sungguh tak ada keramaian, yang ada beberapa orang yang bisa dihitung jari terlelap karena tidur ataupun asyik sendiri. Berbeda dengan suasana di kereta kelas ekonomi yang selalu penuh sesak apalagi saat mudik lebaran sampai tak muat dan banyak interaksi yang terjadi. Karena suasana yang agak hening pula, air mata berlinang kembali dan jatuh di pelupuk pipi dan mulut ini. Sungguh, pengalaman naik kereta yang mengharu biru bercampur dengan rasa duka yang begitu mendalam. Rasanya aku tak sanggup menerima kenyataan ini, namun inilah takdir dari Sang Ilahi. Maka, aku mencoba ikhlas dan tegar akan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada aku dan keluarga besarku.
Perjalanan yang menempuh waktu 8 jam ini akhirnya selesai dan tiba di Stasiun Solo Balapan, Kota Solo tepat pukul 16.30 WIB, 4 menit lebih cepat. Wah, memang kereta api kelas bisnis jauh berbeda dengan kelas ekonomi dalam hal kenyamanan dan ketepatan waktu. Ya jelas ketika harga bagus pasti ada kualitas. Di sini aku menemukan kenyamanan suasana di dalam gerbong yang bersih dan rapih karena memang ada petugas kebersihan yang setiap saat memeriksa kebersihan serta hening jadi membuat perasaanku merasa nyaman walau juga ada rasa duka yang begitu mendalam. Tentu saja, merasa aman karena tidak merasa terancam dengan situasi penuh sesak orang-orang di dalam gerbong karena memang lowong keadaannya. Ditambah dengan setiap waktu ada kondektur kereta yang mengecek ke beberapa gerbong.
Semoga dengan kisahku ini aku bisa memberikan warna tersendiri dalam pengalamanku saat melakukan perjalanan jauh dengan kereta api, transportasi kesayanganku dari kecil hingga saat ini. Aku berharap kedepannya pula, kereta api Indonesia makin maju dan jaya terus perkeretaapian Indonesia! Selalu memperbaiki dan meningkatkan fasilitas dan pelayanannya supaya makin banyak lagi “fans” kereta api Indonesia.

“Dirgahayu PT. Kereta Api Indonesia (KAI) ke-67 Jaya terus, perkeretaapian Indonesia!”

Deden Rochman Saputro
Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad
210110110051

Selasa, 09 Oktober 2012

RUU Pemilihan Presiden – Konsep Pemilu Serentak


Pada diary komunikasi politik ketiga kali ini, saya mencoba menganalisis isu politik tentang RUU Pemilihan Presiden dengan judul berita Matangkan Konsep Pemilu Serentak. Setelah saya membaca berita tersebut telah terungkap spekulasi dari beberapa politisi dari berbagai partai nasional mengenai isu tersebut. Ada hal menarik bila pemilu serentak langsung diberlakukan pada tahun 2014 yaitu adanya keuntungan dan kelemahan yang bisa didapatkan dari pemilu serentak tersebut.
Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia harus ikut serta dalam pesta demokrasi daerah maupun nasional yang bila dihitung dalam 5 tahun, masyarakat harus memilih 2-4 kali pemilu dan membuat masyarakat jenuh akan pesta demokrasi itu. Tentu, selain kejenuhan yang dirasakan masyarakat, dana pemilu pun cukup besar menghabiskan APBN di mana itu adalah uang rakyat. Padahal dengan diberlakukannya pemilu serentak, bisa mendapatkan keuntungan, di antaranya penggunaan anggaran menjadi lebih irit dan efisien. Selain itu, masyarakat tidak jenuh dalam menentukan pilihan politiknya. Masyarakat cukup mendatangi tempat pemungutan suara dua kali dalam lima tahun sehingga diharapkan tingkat partisipasi pemilih pun meningkat, menurut A. Malik Haraiman, anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat saat diwawancarai pihak KOMPAS di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (21/9).
Malik juga berpendapat bahwa konsep pemilihan umum secara serentak diharapkan lebih dimatangkan. Meskipun banyak keuntungan yang bisa didapat, tidak seharusnya pemilu serentak langsung diberlakukan pada tahun 2014 tanpa kesiapan dan konsep yang jelas. Ketika membaca dan memahami bagian itu, saya juga berpendapat bahwa pemilu serentak memang ada baiknya untuk efisiensi anggaran dan tingkat kejenuhan masyarakat dalam kegiatan berpolitik dan bernegara. Namun harus disadari bahwa pemilu serentak tidaklah mudah untuk dilaksanakan begitu saja, karena di berbagai daerah baru saja memulai pemilu di tahun 2011, 2012 ataupun 2013 seperti Pilkada DKI Jakarta yang baru saja terjadi, maka secara otomatis waktu jabatan dari seorang pemimpin daerah kurang dari 5 tahun masa jabatan seharusnya. Ini akan menimbulkan permasalahan baru dan memicu konflik bila tidak ada konsepan yang jelas tentang pemilu serentak ini dan perlu ada kesiapan secara menyeluruh baik dari peraturan pemilu itu sendiri maupun peraturan daerah yang mengatur tentang pilkada masing-masing daerah. Jangan sampai dengan adanya ide pemilu serentak malah memicu permasalahan baru yang sebenarnya ada kebaikan dari situ untuk kegiatan berpolitik masyarakat yang lebih baik dan terintegrasi secara profesional yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Memang penyelengaraan pemilu serentak bisa saja terjadi jika memang ada konsep yang jelas dan matang serta kesiapan dari berbagai hal yang menyangkut pemilu. Meski demikian, penyelenggaraan pemilu serentak tetap sulit direalisasikan pada tahun 2014. Salah satu persoalan yang akan muncul adalah bagaimana mengatur persyaratan partai politik untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Pada bagian pendapat Malik lainnya yaitu “kalau kemudian pilpres dan pileg dilakukan bersamaan pada 2014, pertanyaannya bagaimana memberlakukan president threshold-nya. Kalau menggunakan persentase perolehan suara pada 2009, itu tidak relevan. Lalu kalau tidak memakai president threshold juga lucu, tidak adil. Untuk mengusung kepala daerah saja ada threshold, massa memilih presiden tidak ada threshold,” ujarnya. Ini menimbulkan kontradiktif tersendiri jika memang pilpres dan pileg tidak memberlakukan threshold di mana memang itulah salah satu elemen penting dalam pemilu adalah adil.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra, juga berpendapat, pemilu serentak akan sulit diselenggarakan pada 2014. Alasannya, syarat perolehan kursi atau suara parpol untuk mengusung capres-cawapres (presidential threshold) harus berdasarkan hasil pemilu terkini, bukan pemilu sebelumnya. Oleh karena itu, Malik mengusulkan agar konsep pemilu serentak dimatangkan terlebih dahulu sebelum diberlakukan. Apalagi, konsep yang ditawarkan tiap-tiap fraksi mengenai pemilu serentak juga masih berbeda-beda, PKB, misalnya, mengusulkan pemilihan presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD diselenggarakan bersamaan. Pemilu gubernur, bupati/wali kota, dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota juga diselenggarakan secara bersamaan.
Konsep itu berbeda dengan gagasan yang diajukan Partai Golkar, yakni pemilu presiden dilakukan serentak dengan pemilu kepala daerah. Sementara pemilu DPR diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Menurut saya, dari kedua opsi itu sama-sama menginginkan pemilu serentak yang mampu mengefisiensikan anggaran maupun partisipasi masyarakat dalam kegiatan politiknya yang akhir-akhir ini hampir kerap didominasi dengan “golput” atau golongan putih yang artinya abstein atau tidak menentukan pilihan. Ini diakibatkan oleh bertaburnya janji-janji yang diberikan oleh para calon pemimpin daerah maupun nasional tanpa adanya bukti-bukti yang nyata. Ditambah dengan maraknya kasus-kasus korupsi yang menyangkut para pejabat tinggi negara maupun daerah. Tentu ini bisa jadi “bumerang” tersendiri untuk usulan pemilu serentak.
Sebenarnya, jikalau tak ada kasus-kasus korupsi seperti itu, maka harapan masyarakat terhadap pemimpinnya tidak akan pudar maupun menghilang dari kegiatan politik mereka di tingkat daerah maupun skala nasional. Apalagi dalam teori pembangunan yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan, sebelum lepas landas dimulai. Teori Rostow (yang lebih menekankan pada proses lepas landas) dan Hoselitz (yang membicarakan lembaga-lembaga yang diperlukan menjelang lepas landas) merupakan contoh dari teori ini. Berbeda dengan Weber yang menekankan nilai-nilai, Hoselitz menekankan lembaga-lembaga yang kongkret. Lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis wiraswasta dan teknologi.
Kemudian, ada pendapat dari Wakil Ketua MPR, yang juga Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Lukman Hakim Saifuddin, ide pelaksanaan pemilu serentak antara pemilu presiden dan pemilu anggota legislatif masih mungkin diterapkan pada pemilu 2014. Hal terpenting yaitu usul tersebut terlebih dulu didasari kajian mendalam dan disosialisasikan secara masif kepada semua kalangan masyarakat pemangku kepentingan.
Dari situlah, saya berpendapat bahwa bila memang pemilu serentak memberikan efek yang lebih baik untuk dunia politik Indonesia dan masyarakat Indonesia itu sendiri, maka bisa dijalankan dan diterapkan asalkan semuanya telah terkonsep matang dan dikaji secara mendalam dan komprehensif serta tidak semata-mata ada kepentingan lain yang bisa membuat kacau politik Indonesia. Kemudian didukung dengan sosialisasi yang menyeluruh jikalau sistem pemilu serentak jadi diselenggarakan pada pemilu 2014. Jangan sampai hanya membuat “ruwet” persoalan bangsa dan negara Indonesia, lebih baik untuk tidak dilaksanakan sama sekali pemilu serentak itu bila banyak mudlorot-nya.
Sumber:
v Pemikiran dan Pengalaman Pribadi
v Harian KOMPAS, edisi Sabtu, 22 September 2012 pada rubrik Politik dan Hukum halaman 2 kolom 1 sampai dengan kolom 4
v Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
v Anggota IKAPI.2012. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya

Pilkada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua


Setelah saya mengetahui apa arti politik secara umum dan komunikasi itu sendiri sehingga saya pun bisa menyimpulkan tentang pengertian komunikasi politik yang merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seorang/lebih komunikator terhadap komunikate untuk bersama-sama merumusakan suatu keputusan dan tujuan bersama melalui beberapa kegiatan/tindakan dalam suatu sistem politik.
Pada diary komunikasi politik kedua kali ini saya mencoba menganalisis tentang isu politik yang sedang hangat diperbincangkan oleh warga DKI Jakarta pada khususnya dan warga Indonesia pada umumnya yaitu Pemilu daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta putaran kedua. Karena Pemilu daerah (Pilkada) DKI Jakarta ini memang sebagai indikator tingkat kesuksesan dari sebuah pemilu dan gambaran kedepan untuk pemilu presiden dan wakil presiden Indonesia. Pilkada DKI Jakarta ini diadakan setiap lima tahun sekali untuk memilih gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta sebagai miniatur Indonesia yang merupakan ibu kota Negara Indonesia. Oleh sebab itu, menjadi hal yang menarik untuk dianalisis dari segi komunikasi politik yang diusung oleh kedua Cagub dan Cawagub DKI Jakarta untuk periode 2012-2017.
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa dari hasil Pilkada DKI Jakarta putaran pertama telah diseleksi melalui pemilihan langsung oleh warga DKI Jakarta yang mengerucutkan 2 pasang yang tadinya ada 6 pasang Cagub dan Cawagub. Kedua pasang Cagub dan Cawagub yang lolos ke putaran selanjutnya yaitu pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok). Mereka lah yang sedang berduel memperebutkan kursi panas orang nomor satu dan dua di DKI Jakarta untuk periode 5 tahun mendatang. Tentu saja, sudah menjadi rahasia umum jikalau setiap ada pemilu maka ada kampanye baik yang terbuka maupun terselubung artinya tidak mengikuti jadwal kampanye atau secara diam-diam tidak diketahui oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Di sini saya mencoba menganalisis dampak atau efek yang dihasilkan dari sebuah kampanye yang dilakukan oleh kedua kubu yang sedang bertarung menjadi DKI 1 dan DKI 2 itu. Istilahnya “dimana ada aksi disitulah ada reaksi”, seperti bunyi hukum Newton 3 dalam pelajaran Fisika. Istilah tersebut juga bisa dikaitkan dengan ketertarikan dan kepedulian para pemilih untuk menentukan pilihannya yang menyangkut dengan masa depannya hidup di DKI Jakarta. Dari hasil Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 putaran pertama lalu, hanya 2 pasang yang lolos ke putaran kedua yaitu Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Di antara kedua pasang tersebut pasangan Jokowi-Ahok lah yang meraih suara terbanyak dengan persentase 42,60% atau sebanyak 1.847.157 suara pemilih. Sedangkan pasangan Foke-Nara menempati urutan kedua dengan persentase 34,05% atau sebanyak 1.476.648 suara  pemilih.
Usaha yang dilakukan kedua pasangan ini terbilang ambisius untuk memperebutkan posisi DKI 1 dan DKI 2 untuk periode 2012-2017. Bahkan tak heran pula, cara kampanye yang mereka lakukan unik dan atraktif untuk menarik massa supaya memilih mereka saat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua (20/9). Saya pun mengetahui cara kampanye yang boleh saya katakan unik dan atraktif serta inovatif pula yaitu dengan membuat game online yang beredar di dunia maya salah satunya melalui mindtalk.com yang merupakan sebuah jejaring sosial seperti facebook dan twitter ataupun jejaring sosial lainnya. Di dalam permainan itu, terdapat filosofi atau makna politik dan usaha-usaha politik lainnya yang akan mereka usung dan lakukan jika menjadi pemimpin ibu kota Indonesia itu.
Pada permainan yang disuguhkan oleh pasangan Foke-Nara tentang program kerja yang akan dilaksanakan oleh Fauzi Bowo yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sebagai Cagub incumbane (yang menjabat terdahulu). Dalam permainan tersebut salah satunya tentang public transportation yang berkaitan dengan monorail yang sebenarnya sejak masa pemerintahan Gubernur Sutiyoso telah menggagas dan bahkan sudah sampai tahap pembangunan tiang-tiang pancang monorail yang sekarang terbengkalai itu menyuguhkan sebuah tantangan untuk adu balap dengan kereta konvensional lainnya. Sedangkan permainan yang ditawarkan oleh pasangan Jokowi-Ahok lebih kepada pemberantasan praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di pemerintahan DKI Jakarta beserta pemberantasan kriminalitas yang akhir-akhir ini marak terjadi di ibu kota. Di sana, ada tokoh penjahat dan koruptor yang harus dimusnahkan dan dihilangkan dari muka bumi ini serta ada pembersihan sampah yang tersebar di DKI Jakarta.
Dari kedua permainan tersebut yang disuguhkan oleh kedua pasangan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta periode 2012-2017 memiliki sarat makna politik dan filosofi penjabaran program kerja (proker) secara umumnya seperti apa yang akan mereka janjikan dan lakukan saat mereka menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Bila dirunut kembali dari kedua game online tersebut saya memang lebih menyukai permainan di dunia maya yang ditawarkan oleh Jokowi-Ahok karena tidak monoton dan mengasah kemampuan berpikir dan saraf motorik ketimbang game online milik Foke-Nara.
Kemudian, dari segi pemasangan baliho, stiker dan spanduk tentang kampanye Pilkada DKI Jakarta yang dipublikasikan oleh tim sukses Foke-Nara maupun Jokowi-Ahok telah membuat Kota Jakarta bukan tambah akrab dengan pesta demokrasi di wilayah ibu kota malah membuat wajah ibu kota nampak semerawut dan terkesan kumuh dan lusuh. Tak jarang banyak warga DKI Jakarta yang mengeluhkan tentang pemasangan alat peraga kampanye yang dipasang di jalan-jalan baik jalan raya maupun  jalan kecil (gang-gang) maupun di tempat umum lainnya. Dari segi komunikasi politik yang dibangun melalui alat peraga itu terkesan “normatif” dan lebih kepada “pencitraan positif”. Ya memang supaya bisa memenangi Pilkada dan dikenal warga DKI Jakarta menampilkan sisi baik dari kedua pasangan tersebut. Tak pelak, bagi warga DKI Jakarta yang kini sudah cukup cerdas dalam menentukan pilihannya tak terkecoh dengan alat peraga kampanye tersebut.
Fenomena Jokowi-Ahok yang menjadi sasaran isu sara menjadi kian panas dan membuat adu strategi kampanye nambah memanas dan tak sehat. Seperti isu SARA yang kian diperbincangkan dan diperdebatkan oleh seorang pendukung atau tim sukses dari salah satu kandidat yang menggunakan isu SARA tersebut untuk mengalihkan pandangan warga DKI Jakarta akan pilihannya di putaran kedua. Tentu saja, warga DKI Jakarta yang rata-rata memperoleh pendidikan apalagi sampai ke perguruan tinggi tak begitu saja terprovokasi ataupun terpengaruh akan isu tersebut. Pastinya mereka punya rasa idealis dalam menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani dan pikiran yang jernih. Mereka sudah cukup cerdas dalam menentukan pilihannya untuk 5 tahun kedepan yang menyangkut nasib mereka pula. Warga DKI Jakarta tidak perlu janji namun perlu bukti. Apapun latar belakang agama, asal, budaya, dan ras-nya, warga DKI Jakarta tak begitu peduli selagi pemimpin yang mereka cari itu sesuai dengan hati nurani dan pikiran jernih mereka serta untuk keadaan daerhanya yang lebih baik dan maju.
Salah satu media yang membuat saya menarik kesimpulan bahwa kemasan kampanye yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula selain menggunakan istilah “dimana ada aksi disitulah ada reaksi” yaitu dengan media di media sosial seperti youtube. Tim sukses pasangan Jokowi-Ahok membuat iklan kampanye yang kemudian diunggah ke youtube dengan mengcover sebuah lagu What Makes You Beautiful dari boyband remaja asal Inggris yang sedang terkenal dan tenar saat ini, One Direction yang dipadukan dengan lirik yang diubah menjadi pesan dan komunikasi poltik. Di dalamnya memang terdapat lirik-lirik yang nyeleneh namun masuk akal dan logika tentang sebuah pertarungan Pilkada yang dibalut ke dalam videoklip. Videoklip ini dibuat oleh para pemuda ataupun mahasiswa yang mendukung pasangan Jokowi-Ahok yang sekaligus sebagai tim sukses Jokowi-Ahok. Selain itu pula, Jokowi-Ahok juga membuat videoklip kembali yang berisikan ajakan untuk memilih di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 putaran kedua baik untuk pasangan yang berkumis ataupun yang kotak-kotak. Sungguh sebuah pesan kampanye yang efektif dan menarik serta sebagai bagian dari komunikasi politik yang memang memastikan apa yang calon pemimpin itu rencanakan, janjikan, dan kemudian bisa diimplementasikan kedalam bentuk program kerja (proker) yang nyata bukan hanya asal bicara seperti “pepesan kosong” dan istilah “tong kosong nyaring bunyinya”.
Tak heran pula bila pada hari ini, Kamis, (20/9) dimana hari Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 putaran kedua berlangsung, pasangan Jokowi-Ahok untuk sementara unggul dalam perhitungan cepat (quick count) dengan persentase 53,81% karena adanya pengaruh komunikasi politik yang dibuat oleh pasangan tersebut. Sedangkan pasangan Foke-Nara memperoleh 46,19% hingga perhitungan cepat terakhir pukul 16.30 WIB yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) bekerja sama dengan SCTV. Di samping track record Jokowi-Ahok sebagai pemimpin daerah asal masing-masing cukup sukses dan bahkan menjadi nominasi salah satu walikota terbaik di dunia yang diraih oleh Jokowi atas keberhasilannya memimpin Kota Solo menjadikan penilaian tersendiri warga DKI Jakarta untuk menentukan pilihan terbaik mereka supaya daerahnya ada perubahan ke arah yang lebih baik dan maju lagi. Apa yang dilakukan pasangan Foke-Nara pun juga cukup baik, namun pencitraan pula juga menentukan pilihan warga DKI Jakarta. Citra yang dibentuk Jokowi terlihat apa adanya dengan kesederhaan dan keramah-tamahan sebagai orang Indonesia khususnya orang Jawa Tengah. Selain itu pula, mungkin warga DKI Jakarta sudah cukup lelah dengan janji-janji yang ada tanpa ada bukti-bukti yang tersedia di depan mata warga DKI Jakarta.
Jangankan warga DKI Jakarta yang senang dengan karakter Jokowi, yang pasti pula warga Solo pun turut senang bilamana walikota mereka itu sebentar lagi akan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sampai-sampai warga Solo dalam meluapkan rasa syukur dan girang atas kemenangan walikota mereka, Joko Widodo alias Jokowi, berdasarkan penghitungan cepat lembaga survei. Salah satunya adalah ini: ramai-ramai mencukur kumis. Kumis adalah ikon kampanye Fauzi Bowo, yang memang berkumis tebal. Saya rasa dengan komunikasi politik yang baik, maka calon pemimpin tersebut bisa menjadi pemimpin yang tidak hanya pintar beretorika namun juga jago membuat apa yang pemimpin itu janjikan menjadi nyata.
Sumber:
v Pemikiran dan Pengalaman Pribadi