Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Jumat, 23 November 2012

Bebaskan Tanah Palestina untuk Palestina yang Merdeka


Diari Komunikasi Politik ke-9 dari tayangan video yang berjudul “Peace, Propaganda & The Promised Land”. Realitas saat ini mengatakan bahwa negara Palestina berada di bawah tekanan dan kekuasaan bangsa Israel yang menurut saya dan sebagian orang di dunia ini sebagai tindakan tidak berprikemanusiaan. Jelas saja, ini ditunjukkan dengan “pencaplokan” tanah Palestina oleh bangsa Yahudi sejak tahun 1948-1952 terjadi imigrasi besar-besaran sekitar 648.000 orang ke Israel yang terdiri dari populasi Yahudi di negara Arab dan Eropa. Sejak saat itulah bangsa Palestina terjajah di negeri mereka sendiri. Sungguh bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat berat dan tak beradab.
Kebiadaban tentara Israel yang menyisir daerah konflik Palestina-Israel di tanah Palestina sungguh tak berprikemanusiaan dan mengarah pada perilaku tak manusiaswi di bawah perilaku hewan. Ini ditunjukkan dalam video yang berdurasi 1 jam lebih 20 menit itu. Peran media sangat berperan dalam mendamaikan situasi konflik Palestina-Israel atau makin membuat runyam dan semerawut konflik tersebut. Seperti pada media Amerika Serikat yang sebenarnya mengarah ke adu domba politik Palestina dan Israel memberitakan bahwa tingkat simpati warga AS mengarah pada Israel dengan persentase 52 % sedangkan untuk Palestina hanya 10 % berdasarkan CBS NEWS POLL. Hal ini jelas menandakan keberpihakan AS terhadap Israel yang memang pada kenyataannya AS adalah negara sekutu Israel.
Adu domba itu diperlihatkan AS saat Israel menyerang wilayah Palestina di mana AS membuat skenario dan propaganda peperangan antara Pihak Hamas dan Fatah di Palestina yang merupakan dua basis utama politik Palestina. Ini menjadi senjata bagi AS untuk melancarkan serangan tidak langsungnya melalui Israel dan selalu membantu persenjataan untuk Israel dalam menggempur tanah Palestina. Di awali dengan konflik dan peperangan di Libanon pada tahun 1982 yang memperlihatkan banyaknya warga sipil tak bersalah dibunuh secara sadis oleh tentara Israel maupun AS yang memang berniat untuk menguasai Palestina secara sepenuhnya melalui negara tetangga Palestina yaitu Libanon.
Para jurnalis berlomba-lomba dalam memberitakan kabar terkini mengenai situasi peperangan dan konflik berkepanjangan antara Palestina-Israel baik secara blak-blakan tanpa memperdulikan kode etik jurnalistik di mana memperlihatkan gelimpangan mayat yang tersebar di jalan-jalan Jalur Gaza maupun Tepi Barat, Palestina. Seharusnya ada standarisasi tersendiri dalam memberitakan hal tersebut karena menyangkut HAM dan rasa kemanusiaan. Bahkan tak heran peran media makin menjadi-jadi dengan liputan langsung oleh reporter media-media tersebut. Dengan begitu seperti pada materi Komunikasi Politik sebelumnya yang menyatakan bahwa peran media sebagai pusat transformasi informasi khususnya mengenai isu-isu peperangan dan konflik di mata masyarakat dunia memiliki pengaruh besar dalam mindset warga dunia yang disebut sebagai mediatisasi. Dari situlah mampu menjajah logika masyarakat akan keberadaan peperangan dan konflik sebagai jalan terbaik bagi kaum penguasa dan kaum yang lebih kuat merasuki pemikiran warga dunia dan dijajah oleh logika media yang disebut sebagai mediacracy.
Seolah-olah warga AS dibuat simpati terhadap Israel yang tidak punya tanah tempat tinggal padahal mereka yang dengan kejam “mencaplok” tanah bangsa Palestina secara sepihak. Peristiwa-peristiwa nyata di dunia terhadap Konflik Timur Tengah dibuat skenarionya oleh AS dan Israel karena adanya para pemilik perusahaan-perusahaan media AS, elit-elit politik, kampanye public relations pemerintah Israel di mana di dalamnya terdapat para pemilik public relations AS, konsulat-konsulat Israel di beberapa kota di AS, dan organisasi-organisasi AS tertutup), serta grup-grup pengawas pemerintahan melalui media pemberitaan.
Bayangkan saja, banyak pemberitaan tersebut seolah-olah memojokkan Palestina yang semakin lama semakin berkurang tanahnya untuk bangsa Palestina tinggali dan tersisa di Jalur Gaza dan Tepi Barat itu pun sudah mulai dibombardir dengan segala bentuk persenjataan. Bahkan penghancuran bangunan-bangunan bangsa Palestina oleh tentara Israel yang biadab. AS tak segan untuk menggelontorkan dana bantuan untuk Israel sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan 6 triliun rupiah. Itupun belum dengan senjata gratis dari AS. Sungguh angka yang fantastis untuk biaya perang. Akankah lebih baik untuk pendidikan dan mengatasi kelaparan di dunia. Mereka bangsa yang tidak beradab dan berprikemanusiaan. Hanya mencari kekuasaan semata dan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Sampai data terakhir dalam video itu pada tahun 2000, di wilayah Tepi Barat wilayahnya tinggal 85 %. Di sana ditunjukkan tidak ada pembatas wilayah, tidak ada tempat untuk pesawat mengudara, tidak ada air, tidak ada jalan yang layak, dan sebagainya. Sebenarnya kesemua itu tidaklah harus terjadi jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertindak tegas terhadap pendudukan yang dilakukan oleh Israel dengan adanya sanksi keras terhadap Israel dan negara-negara lain di dunia khususnya negara-negara timur tengah maupun negara yang punya kedekatan dengan Palestina bisa membantu pembebasan tanah Palestina dengan satu perdamaian, perdamaian di tanah Palestina untuk Palestina yang merdeka.
Sumber:
v Video “Peace, Propaganda & The Promised Land”
v Pemikiran dan Analisis Pribadi
v Catatan Kuliah Pribadi
http://akhirzaman.info diakses pada Kamis, 8 November 2012 pukul 22.13 WIB

Sabtu, 03 November 2012

Juara ke-2 Lomba Karya Tulis PT. KAI 2012


Haru Biru di Kereta Api

Memang aman dan nyaman sekali suatu ketika aku berkesempatan naik kereta api kelas bisnis. Kejadian itu tak disengaja membawaku merasakan sensasi yang lain dari kereta api. Sebenarnya saat itu adalah hari dimana aku dan keluarga besarku sedang berkabung setelah mengetahui bahwa mbah putri (sebutan untuk nenek dalam budaya Jawa) meninggal dunia karena sakit yang cukup parah. Aku mengetahui kabar itu pada malam harinya, tanggal 21 Februari 2012 saat pekan pertama masuk perkuliahan di semester 2 lalu. Aku ditelpon oleh ibuku pada malam hari yang begitu mengharu biru bagiku karena mengetahui kabar mbah putri meninggal dunia sore tadi. Sontak aku mecucurkan air mata dan mendengar tangisan ibuku melalui telepon genggam membuat aku tambah sedih dan menangis histeris.
Aku tak percaya akan hal itu, karena aku belum ketemu mbah putri lagi sejak mudik lebaran terakhir ke Sragen tahun 2010 lalu. Terakhir aku dan ibuku beserta tante dan budeku mendengarkan nasehat mbah putri saat mudik lebaran tahun 2010 di samping rumah mbah putri. Kami saling berbagi cerita dan curahan hati (curhat) tentang pengalaman hidup selama di perantauan. Bagaimana nasib aku setelah ditinggal oleh bapakku dan sekarang hanya hidup bersama ibu dan adik perempuanku. Mbah putri menangisi aku dan ibuku, dan membuat aku dan ibuku pun juga menangis. Bila mengingat momen terakhir bersama mbah putri, rasanya tak ingin kehilangan mbah putri untuk selama-lamanya saat itu karena aku belum mampu membahagiakan mbah putri yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada aku dan ibuku dalam bentuk apapun.
Sepanjang malam, aku menangisi kepergian mbah putri ke pangkuan Allah SWT. Aku mengenang masa-masa terindah dan terakhir bersama mbah putri. Aku tak kuasa menahan tangis dan rasa kehilangan yang begitu mendalam. Sebelum ibuku menelpon diriku, aku dapat kabar 2 hari sebelumnya bahwa mbah putri sedang sakit keras dan dirawat di Rumah Sakit di Kota Sragen. Rasanya saat itu juga, aku mau langsung pulang namun perkuliahan tidak bisa ditinggalkan saat itu dan ibuku pun sedang kerja, tidak bisa izin karena bos-nya tidak kasih izin bila belum mendesak dan mendadak. Sungguh, aku menyesali bila ingat kejadian itu. Saat menelpon diriku, ibuku sempat menanyakan padaku mau naik apa ke Sragen? Mau balik dulu ke Bogor atau langsung sendiri.  Lantas, tak berpikir panjang lebar aku memutuskan pergi sendiri langsung dari Bandung. Aku tak tahu harus naik apa karena belum bisa berpikir secara jernih. Akhirnya, aku bilang ke ibuku bahwa aku akan naik kereta api dari Bandung. Aku bertanya-tanya kepada teman-temanku yang biasanya suka pergi naik kereta api. Aku pun dikasih tahu oleh teman sekelasku dia punya kenalan, dan suka pergi ke Solo dengan kereta api karena dia kuliah di sana. Aku pun SMS dia dan menanyakan naik kereta apa dan jadwal keberangkatan biasanya seperti apa.
Keesokan harinya, tanggal 22 Februari 2012 aku bergegas dari asrama Unpad tempatku tinggal selama kuliah pukul 06.00 pagi untuk pergi ke Stasiun Kiara Condong, Bandung. Aku dapat informasi untuk kereta api yang menuju Sragen dari Kiara Condong, Bandung itu, ada kereta api kelas ekonomi yang bernama “Kahuripan” dan harganya murah. Setibanya aku di stasiun Kiara Condong, Bandung sekitar pukul 07.30 WIB aku langsung membeli tiket menuju Sragen. Sebelumnya, aku mengantri dan membaca dulu info keberangkatan kereta api beserta rute, harga, dan nama kereta apinya. Saat aku hendak membeli tiket kereta api “Kahuripan” yang menuju Sragen tidak ada karena harus memesan terlebih dahulu sebelumnya. Aku tidak tahu akan peraturan itu, karena terakhir kali aku naik kereta bisa membeli langsung. Ada keberangkatan hari itu namun sore hari. Padahal aku ingin ke sana sesegera mungkin tiba di rumah mbah putri. Akhirnya, penjaga tiket itu bilang kepadaku ada kereta kelas bisnis yang bernama “Lodaya Pagi” berangkat pukul 08.00 WIB. Tanpa berpikir panjang, walau uangku pas-pasan akhirnya aku membeli karcis kereta api kelas bisnis itu dengan harga Rp. 110.000,00. Setelah itu, aku langsung diarahkan oleh petugas di stasiun untuk menunggu di jalur 3 dan bersiap-siap naik kereta api kelas bisnis yang baru pertama kali aku alami. Sebelumnya aku hanya naik kereta api kelas ekonomi. Dalam hatiku yang masih pilu, aku merasa sedikit terhibur karena akan naik kereta api lagi dan saat itu dengan nuansa yang berbeda.
Sembari nunggu, aku sempat berbincang-bincang dengan salah satu penumpang yang baru tiba di stasiun Kiara Condong, Bandung. Penumpang itu sekeluarga dan berasal dari Jawa Tengah. Aku tanya tentang kereta “Lodaya Pagi” ini dan kata mereka memang cuman “Lodaya Pagi” dan kereta api kelas eksekutif yang ada pada pukul 08.00 pagi berangkat menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah menunggu beberapa menit saja, kereta api “Lodaya Pagi” terlihat dari kejauhan di bawah fly over Kiara Condong dan memang tak perlu diragukan lagi kalau kereta api kelas bisnis ini berangkat tepat waktu pukul 08.00 WIB. Aku bergegas naik gerbong kereta api “Lodaya Pagi” dengan no. Kereta BIS-3/9D yang sekaligus tempat dudukku di 9D. Kesan pertama, melihat gerbong di dalamnya bersih dan rapih serta agak kosong alias tidak penuh. Mungkin karena hari biasa juga dan bukan momen mudik lebaran. Tidak berdesakan saat memasuki gerbong kereta api. Aku pun bebas memilih tempat duduk yang mau aku singgahi karena memang lowong. Lonceng dan pluit pun berbunyi tanda kereta segera berangkat. Aku tak sabar untuk segera sampai Sragen. Aku berharap sampai dalam hitungan menit tapi tidak mungkin, secepat-cepat dan setepat-tepatnya kereta api kelas bisnis juga dalam hitungan jam karena jarak yang jauh mencapai 400 KM lebih dari Bandung menuju Solo. Dilihat dari karcis kereta api “Lodaya Pagi” ini akan tiba di Stasiun Solo Balapan pukul 16.34 WIB. Ya, aku berharap lebih cepat dan setidaknya tepat waktu.
Kereta api “Lodaya Pagi” melaju dengan kecepatan yang cukup cepat, kereta bisnis ini melewati jalur selatan dimana dari arah Bandung akan melewati beberapa daerah di selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah termasuk melewati DI Yogyakarta. Pengalaman yang berbeda dirasakan menggunakan modal transportasi ini. Saat melintasi daerah Garut, aku masih terbayang raut wajah mbah putri  dengan pakaian batik dan jarik sebagai pakaian bawahannya. Aku teringat kata-kata mbah putri saat terakhir kali aku bertatap muka dan berkomunikasi pada musim mudik lebaran 2 tahun yang lalu. Aku rindu mbah putri  bahkan aku terniang oleh mbah kakung (sebutan untuk kakek di keluarga Jawa) saat aku masih kecil selalu diajak ke sawah dan melihat gunung lawu dari kejauhan di tengah-tengah persawahan dan terlihat pula kereta api yang melintasi persawahan di Sragen. Sepanjang perjalanan itu pula aku menangis dan terus menangis tak henti-hentinya air mata ini mengalir dengan cukup derasnya.
Melewati daerah Jawa Tengah dan membeli jajanan yang ku suka bila naik kereta api yaitu pecel sempat membuatku meredakan emosi karena menangisi kepergian mbah putri. Di kereta bisnis sungguh tak ada keramaian, yang ada beberapa orang yang bisa dihitung jari terlelap karena tidur ataupun asyik sendiri. Berbeda dengan suasana di kereta kelas ekonomi yang selalu penuh sesak apalagi saat mudik lebaran sampai tak muat dan banyak interaksi yang terjadi. Karena suasana yang agak hening pula, air mata berlinang kembali dan jatuh di pelupuk pipi dan mulut ini. Sungguh, pengalaman naik kereta yang mengharu biru bercampur dengan rasa duka yang begitu mendalam. Rasanya aku tak sanggup menerima kenyataan ini, namun inilah takdir dari Sang Ilahi. Maka, aku mencoba ikhlas dan tegar akan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada aku dan keluarga besarku.
Perjalanan yang menempuh waktu 8 jam ini akhirnya selesai dan tiba di Stasiun Solo Balapan, Kota Solo tepat pukul 16.30 WIB, 4 menit lebih cepat. Wah, memang kereta api kelas bisnis jauh berbeda dengan kelas ekonomi dalam hal kenyamanan dan ketepatan waktu. Ya jelas ketika harga bagus pasti ada kualitas. Di sini aku menemukan kenyamanan suasana di dalam gerbong yang bersih dan rapih karena memang ada petugas kebersihan yang setiap saat memeriksa kebersihan serta hening jadi membuat perasaanku merasa nyaman walau juga ada rasa duka yang begitu mendalam. Tentu saja, merasa aman karena tidak merasa terancam dengan situasi penuh sesak orang-orang di dalam gerbong karena memang lowong keadaannya. Ditambah dengan setiap waktu ada kondektur kereta yang mengecek ke beberapa gerbong.
Semoga dengan kisahku ini aku bisa memberikan warna tersendiri dalam pengalamanku saat melakukan perjalanan jauh dengan kereta api, transportasi kesayanganku dari kecil hingga saat ini. Aku berharap kedepannya pula, kereta api Indonesia makin maju dan jaya terus perkeretaapian Indonesia! Selalu memperbaiki dan meningkatkan fasilitas dan pelayanannya supaya makin banyak lagi “fans” kereta api Indonesia.

“Dirgahayu PT. Kereta Api Indonesia (KAI) ke-67 Jaya terus, perkeretaapian Indonesia!”

Deden Rochman Saputro
Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad
210110110051