Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Sabtu, 11 Oktober 2014

Resensi Buku


Di Balik Kisah Semangat Membatu Timnas U-19

Oleh: Deden Rochman Saputro, Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad


Data Buku
Judul buku Semangat Membatu: Official Story Timnas U-19
Penulis : F.X. Rudy Gunawan & Guntur Cahyo Utomo
Penyunting : Nurjannah Intan & Muhammad Ghofur
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Tahun terbit : Februari, 2014
Tebal buku : 226 halaman
Harga : Rp. 49.000,00


Ada satu ciri khas yang sering dijumpai dalam buku Semangat Membatu: Official Story Timnas U-19, yakni berupa kutipan dari suatu potongan kalimat di tiap bagian dalam buku ini. Kutipan tersebut mempunyai makna mendalam, tegas, dan menjadi inti dari pembahasan perbagiannya. Ciri khas lainnya yaitu terdapat beberapa foto yang menggambarkan isi tulisan dan suasana nyata dari pemaparan buku tersebut.

       Ditulis dengan gaya berkisah yang khas layaknya feature berupa ragam kisah perjuangan para pemain dan tim pelatih Timnas U-19 dipadukan dengan kisah-kisah yang lucu dan jenaka, membuat pembaca merasa seolah-olah berada dalam kisah tersebut. Pembaca bisa langsung membayangkan bagaimana kisah-kisah itu menghiasi buku ini.

       Penulisan buku yang berkisah ini ditulis dengan ketulusan hati dari salah satu penulis, Guntur Cahyo Utomo yang secara langsung mengalami kisah nyata tersebut sehingga dapat menghadirkan senyum di ruang pembaca. Ditemani oleh F.X. Rudy Gunawan, penulisan buku ini menjadi lebih hidup karena dengan kemampuannya sebagai penulis buku sudah terbiasa menuliskan beberapa buku fiksi maupun nonfiksi termasuk buku inspiratif yang mampu memotivasi para pembacanya.

       “Tidak ada prestasi yang bisa dicapai tanpa melalui proses perjuangan” merupakan salah satu kutipan dalam buku ini. Kutipan itu menggambarkan perjalanan perjuangan Timnas U-19 dalam meraih ragam prestasi yang telah diraih. Timnas U-19 menjadi sebuah solusi untuk menunjukkan satu hal penting dalam pelajaran cinta Tanah Air, bangsa, dan negara atas berbagai prestasi gemilang mereka. Hal itu menjadi lembaran baru dalam sejarah bangsa Indonesia di kancah sepak bola dunia.

       Sepak bola sebagai tontonan yang memiliki daya pukau dan pesona yang sangat besar dan mampu menghipnotis jutaan orang dalam situasi dan kondisi apapun, tak peduli hujan atau panas. Sepak bola juga mampu menyatukan ragam kekuatan dan menembus berbagai kabut penghalang. Para pemain ibarat magnet yang mampu menarik semua perhatian para penonton.

       Anak-anak Timnas U-19 ibarat mutiara yang ditemukan di dasar lautan, karena coach Indra Sjahfri menemukan bakat-bakat mereka dengan cara blusukan ke berbagai daerah. Tanpa itu, bakat anak-anak tersebut bisa jadi tenggelam tak terlihat. Maka, Indra Sjahfi dan segenap tim pelatih mencari bibit-bibit unggul dari seluruh Indonesia bahkan dari pelosok nusantara untuk menciptkaan sebuah Timnas yang tangguh dan memiliki semangat optimisme yang tinggi.

       Olahraga secara umum, dan sepak bola khususnya, langsung mengajarkan kemampuan mengatasi masalah (problem solving) seperti menghadapi pressure (tekanan), mengatasi kekuatan lawan, kerja sama tim, sportivitas, bahkan integritas dalam suatu pendidikan mental yang bisa membentuk karakter kuat. Dengan adanya kompetisi akan melahirkan sosok yang siap menghadapi segala hasil yang didapatkannya, baik menang maupun kalah. Namun, yang terpenting dari itu semua adalah sikap pantang menyerah dan memiliki rasa optimis sekalipun diuji secara mental dan fisik.

       Begitu pula dengan kata coach Guntur yang merupakan pelatih mental Timnas U-19 selalu memberikan berbagai motivasi melalui berbagai metode seperti joget dangdut setelah latihan membuat para pemain Timnas U-19 rileks kembali. Bahkan tak segan, coach Guntur memberikan pendapatnya yang menjadi salah satu kutipan di buku ini, yaitu “Tiap orang bisa kalah, tetapi saya benci kekalahan. Saya tidak ingin kalah”. Hal itu menjelaskan sungguh pilihan kata yang cerdas dari seorang pelatih. Akan sangat berbeda dengan kata-kata seperti “Kalian harus menang. Tidak boleh kalah!”. Walau bermakna sama, pilihan kata atau diksi dalam hal ini sangat penting khususnya dalam proses pelatihan sepak bola. Kata-kata yang dipilih para pelatih harus tepat, positif, dan memiliki kekuatan sugesti dan berpengaruh pada psikologis para pemain.

       Sehari-hari di tengah hujan deras yang hampir tiap hari mengguyur Kota Batu, para pemain Timnas U-19 juga bertanggung jawab mengurus berbagai tugas dan kewajiban mereka, mulai dari mencuci sepatu sampai mengurus persiapan latihan. Mereka juga selalu tepat waktu sesuai jadwal yang sudah ditentukan para pelatih. Para pelatih memberi teladan dan contoh konkret, bukan sekadar pidato berapi-api atau omong kosong tanpa juntrungan.

       Semua hal sederhana itu adalah batu fondasi untuk menjadi pemenang, menjadi sang juara. Semua hal sederhana itu adalah ramuan untuk menciptakan batu tekad yang kuat dan tahan badai. Batu tekad yang mampu memberantas semua halangan sebesar dan sesulit apa pun dalam perjalanan menuju Piala Dunia U-20 2015. Namun, Timnas U-19 dan Piala Dunia U-20 bukanlah tujuan akhir. Para pemain dan tim pelatih Timnas U-19 sudah menjadi keluarga “Garuda Muda” yang saling melengkapi.

       Buku ini mengajarkan kepada kita akan pentingnya sebuah perjuangan yang diawali dengan dasar tekad dan semangat kuat membentuk suatu semangat bernama semangat membatu, diambil dari sebuah kota di Jawa Timur sebagai tempat latihan Timnas U-19. Semangat membatu merupakan semangat yang benar-benar tertancap dalam dada, raga, dan jiwa para punggawa dan tim pelatih Timnas U-19 dalam mengibarkan Sang Saka Merah Putih di pentas dunia. Kobaran semangat itu dilandasi pula dengan semangat patriotisme dan nasionalisme sebagai bangsa Indonesia yang kuat tekadnya dalam menjaga harkat dan martabat bangsanya khususnya melalui sepak bola. 


Resensi buku ini dimuat di harian umum Pikiran Rakyat, edisi Kami, 23 Oktober 2014 pada rubrik Kampus



Sabtu, 26 April 2014

"Every Trail Start Here"

Menembus Puncak Cikuray

oleh: Deden Rochman Saputro


Tahukah kamu di mana letak tanah tertinggi di Garut, Jawa Barat? Menelusuri lebih dalam kawasan penghasil dodol ini, terdapat Gunung Cikuray yang merupakan tanah tertinggi "Swiss Van Java" julukan untuk Garut. Ketinggian Gunung Cikuray mencapai 2.814 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Gunung Cikuray di tanah "Swiss Van Java", Garut, Jawa Barat (Foto: Google.com)
Di penghujung tahun 2011, tepatnya 2-4 Desember menjadi edisi pertama pendakian pertamaku. Ya, pendakian bersama kawan-kawan Pramuka Unpad ke Gunung Cikuray yang diawali dengan sambutan guyuran hujan yang menghiasi sepanjang perjalanan kami dari Jatinangor sampai di Garut. Waktu itu, kami berangkat sore sekitar pukul 16.00 WIB dan hingga petang hari, hujan masih enggan berhenti. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat kami untuk bisa menggapai Puncak Cikuray.

Saat malam tiba, kami pun istirahat sejenak untuk makan, sholat, mengecek perlengkapan, dan briefing bersama. Briefing dilakukan untuk mengetahui medan pendakian yang kami akan tempuh. Pengecekan perlengkapan juga dilakukan untuk memastikan perjalan kami tercukupi dengan perbekalan yang sudah disiapkan sebelumnya. Kami juga melakukan peregangan otot-otot badan setelah beberapa langkah menelusuri perkebunan teh kaki Gunung Cikuray.

Peregangan otot-otot badan (Dok. Pramuka Unpad)
Berhubung hujan baru saja reda, maka kami harus berhati-hati melintasi tanah yang gembur dan jalan batu yang licin. Kami melintasi perkebunan teh yang terletak di kaki Gunung Cikuray ditemani dengan suara jangkrik tanpa adanya penerangan. Walaupun begitu, kami tetap asyik menikmati perjalanan ini karena sesekali diselipi canda-tawa dari kakak-kakak Pramuka Unpad.

Saat memasang tenda di kaki Gunung Cikuray ditemani sinar sang rembulan, 2 Desember 2011 pukul 23.47 WIB
(Dok. Pramuka Unpad)
Tatkala malam sudah semakin larut, kami memutuskan untuk beristirahat dengan memasang tenda di sekitar kebun teh. Sinar sang rembulan yang begitu indah menemani kami di kaki Gunung Cikuray. Dari sana, terlihat kerlap-kerlip Garut dan Tasikmalaya. Wah, sungguh indah ciptaan Sang Maha Pencipta.

Esok harinya, kami melanjutkan perjalanan kami dan tidak lupa untuk leave no trace yakni tidak meninggalkan sesuatu apapun selain jejak kami. Sebelum perjalanan dilanjutkan, kami menggunakan peta navigasi sebagai panduan pendakian ke Puncak Cikuray. Kami juga menimbang barang bawaan kami yang ada dalam tas keril. Kami pun membagi-bagi berat beban tas keril sama rata supaya "berat sama dijinjing, ringan sama dipikul". Dengan begitu, merupakan awal dari pembentukan kekompakan dan kekeluargaan di antara kami.

Pesona alam kaki Gunung Cikuray kala pagi hari (Dok. Pramuka Unpad)
Jalur menuju Puncak Cikuray sebenarnya sudah ada, namun sebagai calon anggota (caang) Pramuka Unpad, saya dan 13 orang lainnya diminta mencari jalur lain dengan kemampuan peta navigasi yang sudah diajarkan saat materi kelas sebelumnya. Saat pendakian inilah, kami langsung mempraktekan berbagai materi perjalanan dan pendakian ke gunung. Walau kami disuruh untuk bisa mandiri, tetapi kakak-kakak panitia lainnya tetap mendampingi kami. Ada yang bertindak sebagai advance (kelompok pendakian paling depan) maupun sweeper (kelompok pendakian paling belakang)

                              

Di tengah perjalanan, sesekali kami berhenti untuk istirahat khususnya menunggu kawan kami yang memang belum terbiasa mendaki gunung. Kami saling memberikan dukungan dan motivasi untuk bisa mencapai Puncak Cikuray bersama-sama. Langkah demi langkah kami lalui dan tibalah kami di puncak bayangan Gunung Cikuray. Kabut pun menyelimuti puncak bayangan kala sore itu saat kami memasang tenda untuk bermalam.

Kabut menyelimuti puncak bayangan Gunung Cikuray (Dok. Pramuka Unpad)
Bermalam di puncak bayangan Gunung Cikuray memberikan kesan yang mendalam manakala kami saling mencoba menghangatkan diri satu sama lain, yakni dengan masak dan makan malam bersama. Kemudian, dilanjut dengan perkenalan sambil meminum segelas teh hangat disertai canda-tawa. Suasana itulah yang diidam-idamkan oleh setiap pendaki gunung bisa berkumpul dan bercengkrama bersama sepanjang perjalanan supaya berkesan dan tak terasa medan yang harus dilalui.

                              

Di pertengahan malam, kami pun harus melanjutkan perjalanan supaya bisa mengejar waktu untuk bisa melihat matahari terbit dari Puncak Cikuray. Dengan susah payah saya dan kawan-kawan caang membereskan perlengkapan mendaki gunung di tengah tidur kami. Kami harus sigap mengikuti segala instruksi kakak-kakak panitia.

Setapak demi setapak perjalanan kami lalui, sampai setitik tanah datar terlihat dari kejauhan. Saya pun semakin bersemangat menggapai puncak tertinggi di Garut, Jawa Barat bersama kawan-kawan Pramuka Unpad. Akhirnya, kami pun tiba di puncak Gunung Cikuray. Horeee, betapa senangnya perasaan kami saat itu. Namun, saya dan kawan-kawan caang harus dibariskan terlebih dahulu sebelum benar-benar bisa mencicipi indahnya semesta alam dari Puncak Cikuray.

Kumandang azan shubuh terdengar samar-samar, tanda waktu sholat shubuh tiba. Kami masih dibariskan untuk dimintai kesanggupan untuk menjadi anggota Pramuka Unpad seutuhnya. Kami pun sholat shubuh bersama di atas Gunung Cikuray, subhanallah ku panjatkan doa syukur kami bisa melaksanakan ibadah kepada Sang Maha Pencipta di salah satu ciptaan-Nya. Upacara pelantikan dilanjutkan dan akhirnya saya dan kawan-kawan caang secara sah dilantik sebagai anggota Pramuka Unpad.

Gugusan Awan dari Puncak Gunung Cikuray, Garut, Jawa Barat (Foto: Google.com)
Sang mentari bersinar dengan indahnya dari ufuk timur Gunung Cikuray, menandakan pagi hari siap menyambut kami di puncak tertinggi "Swiss Van Java". Gugusan awan bak samudera langit di angkasa membentang luas dari pengamatan kami ketika berada di Puncak Cikuray. Kami pun tak segan untuk segera foto bersama untuk dijadikan kenangan sepanjang hayat kami. Seperti prinsip pendaki yang tidak meninggalkan jejak apapun, selain foto. Maka prinsip leave no trace juga telah kami terapkan sebagai bentuk tanggung jawab seorang pendaki.

Saya dan kawan-kawan angkatan Puncak Cikuray 48 Pramuka Unpad (Dok. Pramuka Unpad)

Sungguh pengalaman yang luar biasa manakala bisa menembus Puncak Cikuray yang begitu dahsyat keindahannya. Pengalaman yang telah menguras fisik, mental, dan emosi kami namun berbuah manis usai melewati tantangan bersama. Semoga perjalanan ini menjadi titik awal kami membangun kekeluargaan dan menyikapi setiap tantangan dengan arif dan bijak.