JATINANGOR, WARTA BIRU – Pelaksanaan Ujian Nasional
(UN) tingkat SMA sederajat telah usai dan pengumuman hasil kelulusannya pun
sudah ada pada Jumat (24/5) melalui pos ke rumah siswa masing-masing seperti
yang dilakukan SMAN 1 Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Namun, apakah
penyelenggaraan UN itu sudah tepat sebagai media kelulusan para siswa dan dana
yang dikeluarkan sudah sesuai dalam mencapai kualitas pendidikan yang ingin
dicapai pemerintah?
Ujian Nasional masih menjadi buah bibir yang hangat diperbincangkan di
ranah pendidikan setiap menjelang kelulusan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Sumedang, Herman Suryatman mengatakan UN sebagai media evaluasi dan
media standarisasi masih diperulukan namun bila sebagai instrumen menentukan
kelulusan para siswa, UN tidak diperlukan.
“Menurut hemat saya, UN bukan menjadi indikator kelulusan. UN hanya
menjadi indikator untuk memotret dan mengevaluasi progress pendidikan secara nasional dan untuk kelulusan sebaiknya
seratus persen diserahkan ke sekolah. Bila UN sebagai media evaluasi dan media
standarisasi, saya kira dibutuhkan. Tapi sebagai instrumen menentukan
kelulusan, saya kira UN tidak dibutuhkan. Biarkan guru, biarkan sekolah yang
menentukan kelulusan karena mereka lebih tahu. Kalau untuk evaluasi standar
kelulusan nasional, saya kira sah-sah saja”, ungkap Herman.
Herman lanjut menjelaskan, dengan sistem pendidikan yang ada saat ini
lebih menitikberatkan pada sisi knowledge
(pengetahuan) atau intelektual (kognitif). Padahal seharusnya pendidikan itu
bisa mengkombinasikan antara knowledge (pengetahuan), attitude (sikap), dan skill (kemampuan).
Ketiga hal tersebut harus bisa beringingan supaya para siswa setelah lulus bisa
mengaplikasikan ilmunya untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan memberikan
manfaat bagi masyarakat serta bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
baik.
Berbeda dengan Herman, menurut Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 1
Jatinangor, Maman Rahmana mengungkapkan lebih baik dana penyelenggaraan UN
dimanfaatkan untuk pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana sekolah,
seperti laboratorium. Menurutnya, sarana dan prasarana sekolah-sekolah di
daerah masih kurang termasuk di SMAN 1 Jatinangor justru belum ada laboratorium
yang memadai. Maman juga beranggapan pelaksanaan UN seperti
menghambur-hamburkan uang negara dan dilihat kurang tepat sasaran penggunaan
uang negara untuk pendidikan di Indonesia.
“Terus terang kami berharap kepada pemerintah, lebih baik uang UN itu
diberikan untuk bantuan sekolah. Misalnya kan untuk sarana dan prasarana
sekolah yang kurang, seperti laboratoriumnya tidak ada. Kenapa tidak begitu
saja dengan uang UN yang milayaran atau bahkan triliyunan. Mendingan manfaatkan
uang UN itu untuk pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Kalau dilihat
pelaksanaan UN ini seperti menghambur-hamburkan uang negara karena honor untuk
tim independen, untuk satu orang pengawas itu di atas Rp 1 juta selama 3 hari.
Sekarang ada berapa ribu yang jadi pengawas UN? Padahal hanya melihat-melihat
pelaksanaan UN. Makanya, uang UN itu untuk pembangunan sarana-prasarana sekolah
khususnya sekolah-sekolah di daerah”, ungkapnya.
“Kan
kadang-kadang di daerah-daerah suka ditemui sekolah yang mau runtuh, sekolah
udah mau ambruk, ada yang tidak pakai alas/ lantai. Sekolah itu harus sama lah
minimal fasilitasnya, seperti laboratoriumnya dilengkapi semua dan sarana
gedung olah raga. Di SMAN 1 Jatinangor belum ada gedung khusus olah raga atau
lapangan terbuka. Kalau saja diberi Rp 1 milyar, kami bisa membangun lapangan
terbuka yang luas dan gedung serbaguna untuk pentas seni dan olah raga”, ujar
Maman kembali.
Maman menambahkan pelaksanaan UN boleh berjalan tapi jangan jadi tolak
ukur kelulusan siswa. “Serahkan saja pada sekolah, nah nanti sekolah saja yang
mengkonversi nilai siswanya sendiri. Karena begini ya, misalnya ada anak-anak
yang kelakuannya tidak bagus, sikapnya tidak bagus tapi ketika UN tiba-tiba
nilainya bagus dan dia lulus. Sedangkan yang juara olimpiade malah tidak lulus,
kan aneh sebetulnya”, ucapnya.
Tahun ini, ada 253 siswa yang mengikuti UN dari SMAN 1 Jatinangor dan
para siswanya lulus semua dengan nilai rata-rata 7,00. “Kalau tahun lalu kan
nilainya besar-besar tapi tahun sekarang kan tidak. Ya alhamdulillah lah tahun ini lulus semua dengan rata-rata 7,00 untuk
tahun ini. Tahun lalu kan banyak ada yang dapat 9,00 bahkan 10,00 tiap mata
pelajarannya tapi tahun sekarang kan tidak karena beda lah sistem tahun lalu
sama tahun ini. Nilai paling jelek 6,00 dan paling besar 9,00. Yang paling
bagus rata-ratanya dari IPS itu sekitar 8,00 sama halnya dengan IPA”, kata
Maman.
Berbeda dengan pengumuman kelulusan tahun sebelumnya, pada tahun ini
pengumuman hasil kelulusan UN SMA sederajat melalui pos. Hal itu juga dilakukan
di SMAN 1 Jatinangor. Maman mengatakan pihak SMAN 1 Jatinangor khawatir bila pengumuman
kelulusan UN secara langsung di sekolah akan ada aksi coret-coret apalagi
kebut-kebutan di jalan. Maka untuk menghindari hal tersebut, para siswa disuruh
menulis alamat rumah mereka. Kemudian, pihak sekolah mengirimkan hasil
kelulusan ke rumah siswa masing-masing.
“Pengiriman hasil kelulusan melalui pos dengan perangko kilat supaya
segera sampai ke rumah para siswa. Ya sampai di rumah siswa sekitar pukul 1-2
siang. Kecuali bagi rumah siswa yang jauh. Karena dikirim Jumat, kalau tidak
keburu karena Sabtu-Minggu libur, kemungkinan Senin baru sampai”, tambah Maman.
Pelaksanaan
UN tahun ini di SMAN 1 Jatinangor berjalan dengan tertib dan aman. Dalam
pendistribusian soal UN, soal ujian diambil sekitar pukul 4-5 pagi ke Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumedang yang dikawal polisi sampai ke sekolah pukul
6:30-7 pagi selama 3 hari pelaksanaan UN. (DRS)