Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Kamis, 15 Januari 2015

Opini Olah Raga 1

Kembalikan Supremasi Olah Raga Indonesia

Oleh: Deden Rochman Saputro, Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad

Perhelatan Asian Para Games 2014 di Incheon, Korea Selatan yang digelar pada 18-24 Oktober lalu menjadi wadah tersendiri bagi para atlet berkebutuhan khusus untuk bisa berprestasi di pentas internasional. Setidaknya hal itu yang mampu ditunjukkan oleh para altet difabel Indonesia yang telah berjuang di pentas olah raga muliticabang se-Asia tersebut. Berbagai persiapan yang mereka lakukan sebelumnya, akhirnya sedikit demi sedikit membuahkan hasil manis dengan berbagai raihan medali emas.

Kabar menggembirakan itu datang dari berbagai cabang yang diikuti para atlet difabel Indonesia seperti bulu tangkis, tenis meja, dan renang. Bahkan Indonesia mampu memecahkan rekor dunia dan Asia melalui atlet renang Mulyana dan Melianus Marinus Yowei. Mereka tampil dengan luar biasa dalam mencapai kemenangan. Hingga akhir penyelenggaraan APG 2014, Indonesia berada di peringkat kesembilan dengan raihan 9 medali emas,11 perak, dan 18 perunggu. Hal ini justru mampu mengalahkan raihan medali emas Asian Games 2014 beberapa pekan lalu yang berada di posisi 17 dengan 4 medali emas, 5 perak, dan 11 perunggu .

Keberhasilan para atlet difabel tersebut mungkin tidak bisa disamakan seutuhnya dengan para atlet yang dalam kondisi normal. Tetapi, semangat gigih pantang menyerah itulah yang seharusnya dapat diikuti oleh para atlet dengan kondisi normal untuk lebih berprestasi di pentas olah raga internasional. Walaupun para atlet difabel mengalami kekurangan secara fisiknya, namun secara mental mereka boleh dikatakan kuat dan siap menghadapi berbagai tantangan untuk bisa berprestasi.

Dengan semangat dan daya juang yang begitu besar, para atlet difabel Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kekurangan yang mereka miliki justru bisa berubah menjadi suatu kelebihan yang tak terduga. Buktinya, mereka mampu berprestasi di pentas olah raga dunia dengan kepercayaan diri yang tinggi dan usaha yang besar dalam mencapai prestasi yang membanggakan, salah satunya melalui ajang APG 2014.

Di samping berbagai prestasi cemerlang tersebut, pada kenyataannya olah raga kita masih menyisakan berbagai persoalan klasik, seperti pendanaan dan pembinaan. David Jacobs pun berharap kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan olah raga khususnya olah raga bagi kategori difabel. “Pembinaan secara keseluruhan wajib dilakukan, mulai dari perencanaan, pembiayaan pada saat pelatnas, hingga memperhatikan kesejahteraan atlet,” ungkap atlet tenis meja tersebut dalam Harian Bola edisi 20 Oktober 2014 lalu.

Dalam keterbatasannya, para atlet difabel Indonesia mampu menunjukkan kelebihannya dan bisa menciptakan prestasi yang membanggakan. Itulah yang dinamakan dengan semangat membara para atlet difabel Indonesia yang sungguh luar biasa daya juangnya. Maka kita pun bisa menantikan catatan-catatan prestasi mereka di pentas olah raga internasional lainnya, guna mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia di pentas dunia. Tentu hal tersebut bisa tercapai dengan syarat harus benar-benar disokong oleh pemerintah.

Selain dukungan moril yang diberikan kepada para atlet Indonesia, sudah sewajarnya pula pemerintah memberikan bentuk dukungan materil berupa pendanaan dan sarana yang memadai kepada para atlet, tim pelatih, dan pengurus cabang olah raga. Jangan sampai prestasi olah raga kita selama ini mandek karena kurangnya sokongan tersebut. Sudah cukup kita hanya bisa mengintil dari belakang negara-negara Asia lainnya yang mulai berkembang prestasinya di bidang olah raga, seperti Vietnam, Mongolia, bahkan Korea Utara.

Prestasi terbaik olah raga Indonesia dalam perhelatan multicabang terjadi kala Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962 dengan menduduki peringkat kedua setelah Jepang. Saat itu, kekuatan olah raga Indonesia hampir merata di semua cabang olah raga. Tidak hanya bulu tangkis saja yang sudah terkenal dengan berbagai prestasi gemilangnya, bahkan tim nasional sepak bola kita kala itu mampu menjadi penghuni empat besar kekuatan sepak bola Asia dan hampir masuk Piala Dunia.

Di manakah “Macan Asia” olah raga tersebut yang sempat bersemayam di raga dan jiwa rakyat Indonesia? Bukankah dahulu pemerintah mencanangkan program, “memasyaratkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat”? Rupanya hal itu masih jauh api dari panggang, karena pemerintah masih berkelit dari kewajibannya dalam menyukseskan programnya sendiri dan belum menjadikan para atlet yang sudah ada layaknya para pahlawan olah raga di pentas dunia.

Program pelatihan khusus atlet dalam meraih medali emas di pentas multicabang haruslah dioptimalkan dengan baik dan berkesinambungan melalui Program Indonesia Emas (Prima). Jangan sampai putus dari era satu pemerintahan ke pemerintahan selanjutnya. Mulailah membuat kebijakan program olah raga  berjenjang dan berkelanjutan yang efektif bagi para atlet kita.

Mari kita berkaca dengan negara-negara yang sudah maju sistem pola pembinaan olah raganya, seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Pemerintah di ketiga negara tersebut tidak tanggung-tanggung dalam mendukung bidang olah raga negaranya karena melalui olah raga bisa menjadi salah satu tolak ukur kehormatan suatu bangsa. Dengan begitu, mereka bisa disegani dan lebih dikenal oleh negara-negara lainnya karena mampu menunjukkan prestasi yang bagus dalam bidang olah raga.

Diharapkan pemerintahan Jokowi-JK bisa menghadirkan berbagai solusi perubahan yang nyata dalam memajukan pembinaan olah raga  Indonesia dan tak lupa memperhatikan kesejahteraan para atlet. Di masa bakti 2014-2019, Jokowi-JK juga harus bisa memulai berinvestasi di ranah olah raga. “Pemerintah yang baru harus bisa berinvestasi di olah raga karena bidang ini membuat Indonesia semakin dikenal. Paling tidak, contohlah Tiongkok yang sangat maju dalam membina olah raga,” kata Risa Suseanty yang merupakan atlet sepeda downhill dalam Harian Bola edisi 21 Oktober 2014. Dengan begitu Indonesia akan siap menghadapi perhelatan olah raga multicabang tingkat Asia manakala Indonesia bertindak sebagai tuan rumah Asian Games 2018.

Dalam hal ini, tentu saja pemerintah harus bisa mengerahkan segenap potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada guna dilatih dan dididik menjadi atlet tangguh dan berprestasi sejak usia dini. Apalagi penduduk Indonesia merupakan terbesar keempat di dunia dengan total penduduk sekitar 250 juta jiwa. Apa tidak malu dengan Singapura yang hanya berpenduduk kurang dari 10 juta jiwa mampu berprestasi lebih di kancah olah raga dunia? Kita juga berharap melalui pemerintahan yang baru ini, mampu memberikan dukungan penuh bagi perjuangan para atlet kita dalam mengembalikan supremasi olah raga Indonesia di kancah internasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar