Kembalikan Supremasi Olah Raga Indonesia
Oleh: Deden Rochman Saputro, Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad
Perhelatan Asian
Para Games 2014 di Incheon, Korea Selatan yang digelar pada 18-24 Oktober lalu
menjadi wadah tersendiri bagi para atlet berkebutuhan khusus untuk bisa
berprestasi di pentas internasional. Setidaknya hal itu yang mampu ditunjukkan
oleh para altet difabel Indonesia yang telah berjuang di pentas olah raga
muliticabang se-Asia tersebut.
Berbagai persiapan yang mereka lakukan sebelumnya, akhirnya sedikit demi
sedikit membuahkan hasil manis dengan berbagai raihan medali emas.
Kabar menggembirakan itu datang dari berbagai cabang yang
diikuti para atlet difabel Indonesia seperti bulu tangkis, tenis meja, dan renang. Bahkan Indonesia mampu
memecahkan rekor dunia dan Asia melalui atlet renang Mulyana dan Melianus
Marinus Yowei. Mereka tampil dengan luar biasa dalam mencapai
kemenangan. Hingga akhir penyelenggaraan APG 2014, Indonesia berada di peringkat kesembilan dengan raihan 9
medali emas,11 perak, dan 18 perunggu. Hal ini justru mampu mengalahkan
raihan medali emas Asian Games 2014 beberapa pekan lalu yang berada di posisi 17 dengan 4 medali emas,
5 perak, dan 11 perunggu .
Keberhasilan para atlet difabel tersebut mungkin tidak bisa disamakan
seutuhnya dengan para atlet yang dalam kondisi normal. Tetapi, semangat gigih
pantang menyerah itulah yang seharusnya dapat diikuti oleh para atlet dengan
kondisi normal untuk lebih berprestasi di pentas olah raga internasional.
Walaupun para atlet difabel mengalami kekurangan secara fisiknya, namun secara
mental mereka boleh dikatakan kuat dan siap menghadapi berbagai tantangan untuk
bisa berprestasi.
Dengan semangat dan daya juang yang begitu besar, para atlet difabel
Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa dengan kekurangan yang mereka
miliki justru bisa berubah menjadi suatu kelebihan yang tak terduga. Buktinya,
mereka mampu berprestasi di pentas olah raga dunia dengan kepercayaan diri yang
tinggi dan usaha yang besar dalam mencapai prestasi yang membanggakan, salah
satunya melalui ajang APG 2014.
Di samping berbagai prestasi cemerlang tersebut, pada kenyataannya olah
raga kita masih menyisakan berbagai persoalan klasik, seperti pendanaan dan
pembinaan. David Jacobs pun berharap kepada pemerintah untuk lebih
memperhatikan olah raga khususnya olah raga bagi kategori difabel. “Pembinaan
secara keseluruhan wajib dilakukan, mulai dari perencanaan, pembiayaan pada
saat pelatnas, hingga memperhatikan kesejahteraan atlet,” ungkap atlet tenis meja
tersebut dalam Harian Bola edisi 20
Oktober 2014 lalu.
Dalam keterbatasannya, para atlet difabel Indonesia mampu menunjukkan
kelebihannya dan bisa menciptakan prestasi yang membanggakan. Itulah yang
dinamakan dengan semangat membara para atlet difabel Indonesia yang sungguh
luar biasa daya juangnya. Maka kita pun bisa menantikan catatan-catatan
prestasi mereka di pentas olah raga internasional lainnya, guna mengharumkan
nama bangsa dan negara Indonesia di pentas dunia. Tentu hal tersebut bisa
tercapai dengan syarat harus benar-benar disokong oleh pemerintah.
Selain dukungan moril yang diberikan kepada para atlet Indonesia, sudah
sewajarnya pula pemerintah memberikan bentuk dukungan materil berupa pendanaan
dan sarana yang memadai kepada para atlet, tim pelatih, dan pengurus cabang
olah raga. Jangan sampai prestasi olah raga kita selama ini mandek karena
kurangnya sokongan tersebut. Sudah cukup kita hanya bisa mengintil dari belakang negara-negara Asia lainnya yang mulai
berkembang prestasinya di bidang olah raga, seperti Vietnam, Mongolia, bahkan
Korea Utara.
Prestasi terbaik olah raga Indonesia dalam perhelatan multicabang terjadi
kala Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962 dengan menduduki peringkat
kedua setelah Jepang. Saat itu, kekuatan olah raga Indonesia hampir merata di
semua cabang olah raga. Tidak hanya bulu tangkis saja yang sudah terkenal
dengan berbagai prestasi gemilangnya, bahkan tim nasional sepak bola kita kala
itu mampu menjadi penghuni empat besar kekuatan sepak bola Asia dan hampir
masuk Piala Dunia.
Di manakah “Macan Asia” olah raga tersebut yang sempat bersemayam di raga
dan jiwa rakyat Indonesia? Bukankah dahulu pemerintah mencanangkan program,
“memasyaratkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat”? Rupanya hal itu masih
jauh api dari panggang, karena pemerintah masih berkelit dari kewajibannya
dalam menyukseskan programnya sendiri dan belum menjadikan para atlet yang
sudah ada layaknya para pahlawan olah raga di pentas dunia.
Program pelatihan khusus atlet dalam meraih medali emas di pentas
multicabang haruslah dioptimalkan dengan baik dan berkesinambungan melalui
Program Indonesia Emas (Prima). Jangan sampai putus dari era satu pemerintahan
ke pemerintahan selanjutnya. Mulailah membuat kebijakan program olah raga berjenjang dan berkelanjutan yang efektif
bagi para atlet kita.
Mari kita berkaca dengan negara-negara yang sudah maju sistem pola
pembinaan olah raganya, seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Pemerintah
di ketiga negara tersebut tidak tanggung-tanggung dalam mendukung bidang olah
raga negaranya karena melalui olah raga bisa menjadi salah satu tolak ukur
kehormatan suatu bangsa. Dengan begitu, mereka bisa disegani dan lebih dikenal
oleh negara-negara lainnya karena mampu menunjukkan prestasi yang bagus dalam
bidang olah raga.
Diharapkan pemerintahan Jokowi-JK bisa menghadirkan berbagai solusi
perubahan yang nyata dalam memajukan pembinaan olah raga Indonesia dan tak lupa memperhatikan
kesejahteraan para atlet. Di masa bakti 2014-2019, Jokowi-JK juga harus bisa
memulai berinvestasi di ranah olah raga. “Pemerintah yang baru harus bisa
berinvestasi di olah raga karena bidang ini membuat Indonesia semakin dikenal.
Paling tidak, contohlah Tiongkok yang sangat maju dalam membina olah raga,”
kata Risa Suseanty yang merupakan atlet sepeda downhill dalam Harian Bola edisi
21 Oktober 2014. Dengan begitu Indonesia akan siap menghadapi perhelatan olah
raga multicabang tingkat Asia manakala Indonesia bertindak sebagai tuan rumah
Asian Games 2018.
Dalam
hal ini, tentu saja pemerintah harus bisa mengerahkan segenap potensi Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada guna dilatih dan dididik menjadi atlet tangguh dan
berprestasi sejak usia dini. Apalagi penduduk Indonesia merupakan terbesar
keempat di dunia dengan total penduduk sekitar 250 juta jiwa. Apa tidak malu
dengan Singapura yang hanya berpenduduk kurang dari 10 juta jiwa mampu
berprestasi lebih di kancah olah raga dunia? Kita juga berharap melalui
pemerintahan yang baru ini, mampu memberikan dukungan penuh bagi perjuangan para
atlet kita dalam mengembalikan supremasi olah raga Indonesia di kancah
internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar