Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Jumat, 20 Maret 2015

#JepangnyaTuhDiSini, edisi 23-24 Februari 2015

Awal Perjalanan ke Jepang (1)

Berbagai persiapan menuju negeri matahari terbit terus disiapkan olehku, namun rupanya masih ada saja yang belum lengkap. Ibuku menanyaiku perihal perlengkapan apa saja yang belum ada. Setelah dicek lagi, ternyata masih kurang steker tipe A berbentuk pipih. Memang di Jepang colokan listriknya berbeda dengan yang ada di Indonesia. Steker tipe A memiliki tegangan 110 Volt, sedangkan di Indonesia bertegangan 220 Volt. Aku mencari steker tipe A di tiga toko listrik dekat rumah, namun tak ada satupun yang menjualnya. Akhirnya, ibuku berinisiatif membelikan terminal listrik untuk digunakan selama di sana dengan harap teman satu kelompok membawa 2 steker tipe A.

Berbagai persiapan selama di Jepang
Di Jepang menggunakan steker tipe A (bentuk pipih) 110 volt

Sebenarnya tak hanya steker tipe A saja yang aku cari, tetapi masih ada beberapa perlengkapan lainnya, seperti kaos kaki, sarung tangan, dan obat-obatan. Aku harus membeli kaos kaki lagi karena di sana sedang musim dingin dan sesuai buku pedoman, peserta Jenesys 2.0 Mass Media Batch 11 dihimbau untuk membawa kaos kaki selama 7 hari di samping membawa mantel atau jaket tebal. Aku juga membawa beberapa kaos atau baju yang bisa berlapis-lapis dipakai supaya tetap merasa hangat. Saat musim dingin di Jepang, suhu di setiap kota berbeda-beda kisaran 4-6 derajat celcius pada bulan Februari. Aku pun mempelajari bahasa Jepang dan berbagai kebiasaan orang Jepang melalui buku pedoman.

Sebelum take off, kami dikumpulkan terlebih dahulu oleh pendamping peserta Jenesys dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI. Pada sesi ini, kami mengisi daftar hadir dan mengecek kembali semua perlengkapan khususnya paspor dan visa sebagai senjata kami selama di Jepang. Kami juga dibagi ke dalam 4 grup, yaitu grup A-D yang ditempatkan di berbeda prefektur. Aku kebagian grup Indonesia-D Prefektur Ehime bersama 24 orang lainnya termasuk 5 mahasiswa dari satu almamater Unpad.
Pesawat Japan Air Lines (JAL)

Usai dibagi ke dalam grup, kami melakukan broading pass yang cukup ketat karena akan memasuki negara orang, khususnya Jepang yang merupakan negara maju. Air mineral yang dibawa peserta Jenesys harus disita karena mengandung cairan dan dikhawatirkan tercampur unsur kimia lainnya. Setelah itu, kami menunggu take off di ruang tunggu keberangkatan terminal 2.
Para peserta Jenesys sedang bersiap-siap take off di dalam pesawat JAL
Dalam pesawat JAL, kami bisa menonton film termasuk film Jepang dan mendengarkan musik Jepang

Aku kira perjalanan ke Jepang menggunakan maskapai penerbangan kebanggaan negeri ini, Garuda Indonesia. Ternyata, aku dan teman-teman beserta pendamping dari Kemenkominfo pergi ke sana menggunakan maskapai penerbangan Jepang, Japan Air Lines (JAL). Wah, branded sekali bisa mencicipi penerbangan dengan maskapai Jepang. Menurutku wajar saja, karena Jenesys ini kan merupakan program dari pemerintah Jepang bagi para pelajar dan mahasiswa ASEAN termasuk Indonesia. Dalam program kali ini, para delegasi dari Indonesia ditemani oleh delegasi dari Myanmar yang terdiri dari 2 grup.

Perjalanan dari Jakarta menuju Tokyo menempuh waktu sekira 7 jam. Kami berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 21.50 WIB dan tiba di Bandara Narita pukul 06.30 waktu Jepang. Saat pesawat sudah memasuki langit Jepang, sang mentari pun muncul dengan sendirinya dan benar saja begitu indahnya matahari menyinari pagi hari di Jepang yang terkenal dengan sebutan negeri matahari terbit. Kala musim dingin, matahari muncul pada pukul 6.00-6.45 waktu Jepang.
Sang mentari mulai menampakkan dirinya dari jendela pesawat
Gugusan awan pagi hari bertambah cantik dengan hadirnya sang mentari

Saat keluar dari dalam kabin pesawat menuju bagian imigrasi Bandara Narita, cuaca berubah menjadi sangat dingin sekali. Mungkin ini yang dinamakan dengan weather shock dari cuaca negara tropis ke cuaca negara 4 musim, apalagi masih musim dingin. Biasanya kalau kita masuk ke minimarket di Indonesia, suhunya dingin dan keluar menjadi panas, namun di Jepang justru kebalikannya. Benar saja, setelah keluar dari bandara barulah suhu musim dingin di Tokyo terasa menusuk tulang hingga sakitnya tuh di sini... maksudnya sampai terasa ke dada, asli deh. Maklum karena tubuhku ini kurus dan berlapis tulang belulang dengan kulit tipis, he..he..
Setibanya di Bandara Narita, Jepang pada Selasa pagi (24/2/2015)
Para peserta Jenesys 2.0 Mass Media yang baru tiba di Bandara Narita langsung ke bagian imigrasi

Kami pun dijemput dengan bus menuju hotel East 21, Tokyo sesuai dengan pembagian grup saat di Jakarta. Sepanjang perjalanan, aku takjub dengan tata ruang kota yang diberlakukan di Jepang karena tidak semrawut, tetapi benar-benar tertata dengan baik. Misal, letak pusat bisnis, tempat pemerintahan, bahkan pabrik berbeda lokasi. Perjalanan dari Narita menuju Tokyo sekira 60 menit menggunakan bus.
Hotel East 21 Tokyo, di dekatnya ada tempat parkir khusus sepeda

Setibanya di Tokyo, aku memperhatikan orang-orang Jepang gemar sekali naik sepeda. Mobil-mobil yang berlalu lalang di jalan-jalan Tokyo tampak sedikit dan bisa dihitung dengan jari setiap kali berhenti di lampu lalu lintas. Untuk jarak jauh, mereka lebih suka berpergian dengan kendaraan umum, seperti bus dan kereta bawah tanah. Sepanjang jalan itu, aku menemukan seorang ibu yang mengantarkan anaknya sekolah dengan sepeda seperti mamanya Sinchan yang ada di kartun, benar ada di dunia realita. Mereka yang mengendarai sepeda tak khawatir jika diparkir begitu saja bahkan tidak dikunci atau digembok dan ternyata aman-aman saja. Pantas saja berdasarkan survei beberapa waktu lalu, Tokyo dinobatkan sebagai kota teraman di dunia.
Suasana perempatan lalu lintas di Tokyo
Seorang ibu yang mengantarkan anaknya pergi sekolah atau sekadar jalan-jalan dengan sepeda

Begitu tiba di hotel East 21, kami langsung disambut oleh koordinator grup kami yaitu Pak Kuswan yang berasal dari Indonesia dan Mabuchi yang merupakan orang asli Jepang tapi pernah tinggal di Jogja. Aku sempat mengira kalau Pak Kuswan itu orang Jepang, karena wajahnya sudah seperti orang Jepang. Pak Kuswan memang sudah lama tinggal dan kerja di Tokyo. Beliau menjelaskan mengenai informasi seputar program Jenesys ini berlangsung. Kami juga diminta untuk menerapkan kedisiplinan selama 8 hari di Jepang dan setelah tiba di Indonesia lagi terserah mau dilanjutkan untuk disiplin atau ngaret. Bisa saja cara Pak Kuswan menghimbau kami.
Kegiatan orientasi pertama saat di Jepang
Mabuchi (sebelah kiri) dan Pak Kuswan (sebelah kanan)

Entah mengapa di hari pertama menginjakkan kaki di Jepang, justru hari itulah kami diberikan waktu untuk berjalan-jalan mengelilingi setiap sudut Kota Tokyo. Waduh, kalau begini caranya, langsung saja sikat dan hajar waktu jalan-jalan ini, he..he. Grup Indonesia-D tak mau kalah dan bersemangat untuk bisa mengunjungi ragam tempat menarik yang ada di Tokyo, seperti Asakusa, Shibuya, bahkan Tokyo Tower. Sebelumnya Pak Kuswan telah memberikan informasi mengenai ‘Tokyo Metro’, sebutan untuk kereta bawah tanah Tokyo menuju ke berbagai tempat.

Setelah makan siang, kami segera bergegas menuju stasiun kereta bawah tanah wilayah Toyocho yang dekat dengan hotel East 21. Kami pun langsung membeli tiket elektronik ‘one day ticket’ yang bisa digunakan seharian penuh. Akhirnya, kami memutuskan untuk ke Asakusa yang merupakan pasar tradisional bagi para wisatawan dan terdapat kuil untuk peribadatan orang Jepang. selain itu, terdapat becak tradisional Jepang bagi para wisatawan yang ingin berkeliling sekitaran Asakusa.
Becak tradisional Jepang untuk wisatawan



Kami berangkat dari Toyocho pukul 15.00 dan tiba di Asakusa pukul 16.00 karena kami kebanyakan bertanya, maklum pertama kali naik beginian, he..he.. belum ada soalnya di Indonesia. Sempat terpikir olehku dan bilang ke teman-teman, kalau di Indonesia khususnya Jakarta ada kereta bawah tanah, nanti yang ada pas hujan turun, airnya netes-netes ke stasiun sama keretanya, bisa-bisa kelelep karena memang kontur tanah di Jakarta mudah merembes.
Saat menunggu kereta datang
Kereta 'Tokyo Metro' tiba di Stasiun Toyocho

Saat di Asakusa, banyak sekali kios-kios suvenir, makanan, mainan, bahkan pakaian khas Jepang. Barang-barang yang dijual di sana terbilang terjangkau bagi wisatawan. Aku dan teman-teman ada yang membeli jajanan khas Jepang, lalu ada juga yang membeli suvenir sebagai buah tangan. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, tanda kami harus segera kembali ke hotel supaya tidak telat.
Gerbang Asakusa
Suasana di Asakusa





Tadinya, kami ingin ke Shibuya yakni pusat keramaian Kota Tokyo yang terkenal dengan para pejalan kakinya dan gedung-gedung pencakar langit. Sayang, karena kami sampai di Asakusa kesorean jadi kami tidak sempat ke sana. Kami harus kumpul kembali untuk jamuan makan malam pukul 18.20 dan kebiasaan orang Jepang minimal 5 menit sebelumnya sudah tiba di tempat. Maka, kami dihimbau sudah berkumpul pukul 18.15 di loby hotel. Itulah kebiasaan orang Jepang yang terkenal dengan kedisiplinannya. Pantas saja kalau Jepang sudah menjadi negara maju karena perilaku orang Jepang yang disiplin dan giat bekerja.
Keramaian di Asakusa, Tokyo

Tak sampai di situ, setelah makan malam kami langsung memutuskan untuk jalan-jalan lagi sebelum jam malam pukul 22.00. Akhirnya, kami bergegas menuju landmark Kota Tokyo yaitu ‘Tokyo Tower’. Ternyata perjalanan menuju Tokyo Tower sangat jauh karena berada di pusat kota. Kalau mau ke Shibuya lebih jauh lagi. Kami berangkat pukul 20.30 dan tiba pukul 21.00, di sinilah kami bisa melihat pemandangan Tokyo di malam hari. Dari ketinggian 120 meter bagian tengah Tokyo Tower, kami bisa melihat Rainbow Bridge yang juga sebagai simbol Kota Tokyo. Indah dan menakjubkan pemandangannya. Selain itu, aku dan teman-teman bisa melihat penayangan film 3D di sini. Rasanya tidak ingin turun, tetapi karena keterbatasan waktu juga kami harus kembali ke hotel.
Penayangan film 3D di Tokyo Tower
Tokyo Tower saat malam hari
Rainbow Bridge dari atas Tokyo Tower

*To be continue...

3 komentar: