Hi-Tech Student Day 2012

Hi-Tech Student Day 2012
Foto bersama Kakak-Kakak Pramuka Unpad dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia usai upacara peringatan HUT RI ke-68 pada Sabtu (17/8/2013) di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung

Jumat, 18 Januari 2013

Isu Politik Paling Hangat 2012


Sungguh Aneh Tapi Nyata

Ketika Anda mendengar seorang pemimpin yang menyelewengkan hak dan kepentingan rakyat karena kepentingan pribadi, sungguh itu merupakan pengkhianatan besar terhadap rakyat. Jelas, ada ucapan bahwa “bila suatu daerah atau wilayah dipimpin oleh seorang yang tidak ahli, maka tunggu saja kehancurannya”. Kalimat itu mungkin pernah dan sering kita dengar. Akibatnya ketika ada seseorang seperti pada kalimat itu, sungguh mencerminkan betapa bobroknya sikap kepemimpinan seseorang itu.
Hal inilah agaknya menyeret nama Bupati Garut, Aceng. Nampak tak ada penyesalan dari seorang Aceng selaku Bupati setelah apa yang dia perbuat dan menggegerkan media massa dengan ulahnya. Apa sih yang menyebabkan berita mengenai dirinya diangkat ke media? Rupanya Aceng telah melakukan perceraian secara sepihak terhadap seorang gadis belum cukup umur yang sekarang menjadi seorang janda hanya dengan melalui SMS. Sungguh betapa memalukan dan bodohnya perbuatan seorang Bupati Garut itu. Memang tidak ada larangan dia menikah dengan siapa saja dan berapa kali pun. Namun yang sangat disesalkan adalah ketika dia menikahi seorang perempuan di bawah umur untuk dinikahi kemudian menceraikannya dengan cara yang tidak biasa bahkan cenderung aneh bin nyata.
Ya begitulah faktanya, dan media massa pun berbondong-bondong memberitakan hal tersebut. Sampai-sampai yang buat saya heran dan menggelitik nurani saya ketika salah satu media televisi swasta nasional menyiarkan pernyataan dan klarifikasi atas tindakan Aceng yang disampaikan oleh Aceng sendiri di hadapan media tersebut. Sontak saja menimbulkan beberapa komentar negatif dari masyarakat khususnya warga Garut yang merasa dikhianati oleh pemimpinnya. Tak heran pula jika Wakil Bupati Garut sebelumnya yang berasal dari kalangan selebritis, Diky Candra secara terang-terangan mengundurkan diri karena tidak sejalan dan sevisi lagi dengan Bupati Garut dan anggota DPRD Garut.
Saat saya mendengarkan radio PRFM 107,5 FM pada malam hari pada Senin (3/12), ada pembahasan tentang berita perceraian Aceng dan mengabarkan bahwa saat malam itu juga Aceng sedang berbicara di hadapan publik melalui media televisi nasional swasta berwarna merah itu. Apakah ini bagian dari pencitraan atau klarifikasi berujung pada recovery nama baik? Ataukah ajang modus komunikasi politik untuk mengembalikan kepercayaan warga Garut dan umumnya masyarakat Indonesia? Entahlah, yang jelas menurut saya dia tidak bermoral secara etika kehidupan apalagi berbicara pada ranah agama. Satu lagi yang membuat saya tak habis pikir dan sangat mengherankan adalah ketika dalam siaran radio PRFM itu ada berita bahwa anggota DPRD Garut tidak menyetujui jika Aceng harus berhenti dari jabatannya sebagai Bupati Garut. Wah..wah..wah.. sungguh dunia ini sudah terbalik atau gimana yah? Masa DPRD alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang seharusnya mendengarkan suara rakyat dan mengabulkan suara rakyat yang memang untuk kebaikan rakyatnya tidak ditanggapi secara bijak. Bahkan cenderung mengkhianati rakyat. Menurut saya itu “sungguh aneh tapi nyata” dan kata bang Rhoma Irama, “sungguh terlalu”.
Padahal sudah jelas-jelas, Aceng telah melanggar norma-norma sosial yang berlaku di budaya kita selaku orang Indonesia yang mengerti tentang adab pernikahan bahwa pernikahan itu bukan main-main apalagi berbicara ke wilayah agama dan agama Islam itu sendiri. Alangkah arif dan bijaksananya apabila DPRD segera memberhentikan Aceng sebagai Bupati Garut. Apabila Aceng masih punya urat malu, maka menurut saya dia seharusnya segera mengundurkan diri tanpa lagi harus disuruh. Dimana hati nurani dia sebagai pemimpin? Coba kita lihat negara maju seperti Jepang jangankan untuk jabatan gubernur, bupati, untuk semua jabatan yang sangkut pautnya dengan warga apabila kurang memuaskan dan dianggap gagal, maka mereka dengan penuh kesadaran dan secara sukarela mengundurkan diri. Beda sekali dengan para pemimpin di Indonesia yang sudah jelas-jelas salah dalam ranah hukum pula dan terbukti bersalah dengan seenak dan seudel maunya sendiri tidak mau mengundurkan diri.
Jelas saja jika negara kita tidak bisa maju-maju jika para pemimpinnya tidak gentelmen dan jujur. Jangan sampai pula Aceng dipaksa mundur itu namanya sudah tidak gentelmen lagi kalau menurut saya. Coba kita telisik lagi tingkat partisipasi politik kita sebagai rakyat biasa yang tidak terjun langsung ke ranah politik. Karena negara kita sekarang menyandang sebagai negara demokratis ke-4 di dunia, maka sudah sewajarnya kita juga mendukung sistem perpolitikan di negara kita. Dengan mengetahui seluk-beluk calon pemimpin kita akan bisa secara arif, bijak dan sesuai hati nurani untuk memilih pemimpin yang terbaik dari yang paling baik istilah lain best of the best.
Ya kita sebagai warga jangan apatis. Coba cari tahu latarbelakang dan track record dari calon pemimpin kita. Tidak hanya dari retorika semata sebagai ajang komunikasi politik basa-basi saja tapi juga dari tindakan nyata dan kontribusi yang sudah dilaksanakan oleh calon pemimpin itu. Saya bisa mengambil contoh Pak Jokowi yang sekarang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012-2017. Bukan saya berpihak pada Jokowi tapi melihat latar belakangnya sebagai Walikota Solo yang sukses menghantarkan warganya kepada keinginan warganya dan selalu turun tangan hingga berkomunikasi langsung dengan warganya. Dari situ saya melihat track record dan figur yang kuat dari seorang Jokowi yang memiliki karakter kepemimpinan yang kuat. Tidak hanya retorika belaka, tapi dengan tindakan nyata. Walau memang butuh diuji lagi kapabilitas Jokowi sebagai Gubernur baru DKI Jakarta. Tapi setidaknya Jokowi telah mencontohkan bagaimana menjadi pemimpin yang bijaksana dan merakyat. Lah memang itulah tugas pemimpin bisa mengayomi warganya dan sebagai “pelayan” bagi warganya.
Semoga kedepannya peristiwa seperti kasus Bupati Garut itu tidak terulang lagi di daerah manapun di Indonesia dan dengan contoh beberapa figur pemimpin yang bijaksana dengan track record yang sudah terlihat secara nyata, bisa menjadikan pilihan masyarakat Indonesia sesuai dengan hati nurani. Itulah yang saya maksud bahwa ketika kita tahu siapa pemimpin kita, maka kita bisa menentukan pemimpin kita dengan hati nurani bukan karena janji-janji. Sungguh aneh tapi nyata, ya itulah gambaran demokrasi di negara kita. Sebaiknya kita tetaplah optimis dengan perpolitikan di negara kita karena dibalik keburukan pasti ada secercah harapan dan kebaikan untuk demokrasi Indonesia.
Sumber:
v Pemikiran dan Analisis Pribadi
v Siaran Radio PRFM (Pikiran Rakyat) 107,5 FM Bandung pada Senin (3/12) sekitar pukul 09.00-10.00 malam

1 komentar: